Jakarta (ANTARA News) - Bank Pembangunan Asia (ADB) mengatakan terdapat jurang pembiayaan yang besar yang harus diisi untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi ramah iklim guna mengatasi dampak dari pemanasan global.

"Diperlukan sekitar 600 miliar dolar AS hingga 1,5 triliun dolas AS per tahun untuk membantu mengembangkan negara-negara berkembang untuk transisi menjadi kawasan ekonomi rendah karbon dan tidak rentan terhadap iklim," kata Wakil Presiden untuk Manajemen Pengetahuan dan Pembangunan Berkelanjutan AD, Bindu Lohani, dalam rilis ADB yang diterima di Jakarta, Kamis.

Bindu Lohani menerangkan, ADB dan sejumlah lembaga keuangan multilateral lainnya telah menunjukkan cara guna mendukung investasi dengan teknologi yang sudah ada, tetapi dinilai belum berkontribusi cukup untuk meningkatkan teknologi yang lebih baru.

Untuk itu, ujar dia, target pembiayaan diperlukan baik dalam tahap inovasi maupun penerapan guna mendorong perpindahan tersebut.

Hal tersebut, lanjutnya, dapat tercapai dengan mendorong investasi sektor swasta tambahan melalui mekanisme pembiayaan publik yang baik yang disertai dengan mengatasi kebijakan, informasi, dan risiko yang menghalang-halangi investasi.

Ia memaparkan, ADB dengan program Pilot Asia-Pacific Climate Technology Finance Center (CTFC) telah melangkah dalam arah ini.

CTFC, yang merupakan bagian dari kemitraan yang lebih luas di antara ADB, Fasilitas Lingkungan Global dan Program Lingkungan PBB (UNEP) itu juga bekerja sama erat dengan investor dan pemasok teknologi di seluruh dunia.

Ia juga menuturkan, bila konsep CTFC terbukti produktif, maka hal tersebut bisa berevolusi menjadi fasilitas pengetahuan yang permanen yang memobilisasikan pembiayaan sembari mendorong pengembangan dan penerapan teknologi ramah iklim di Asia dan Pasifik.

"Teknologi baru yang tidak rentan terhadap iklim dan rendah karbon dibutuhkan untuk membantu mengembangkan negara-negara dalam menghindari penggunaan intensif karbon yang tidak berkesinambungan yang telah dilalui di masa lalu oleh negara-negara ekonomi maju," katanya.

Sebagai tambahan, lanjutnya, negara-negara berkembang tersebut juga mesti membangun daya tahan terhadap parahnya dampak perubahan iklim.
(M040)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012