Right sizing harus dijadikan KPI (key performance indicator, red.), khususnya bagi Ditjen Keuangan Negara,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat BUMN Said Didu mengatakan program "right sizing" (perampingan jumlah) perusahaan milik negara harus dijadikan sebagai indikator kinerja Kementerian Keuangan agar program tersebut membuahkan hasil atau tidak berjalan di tempat.

"Right sizing harus dijadikan KPI (key performance indicator, red.), khususnya bagi Ditjen Keuangan Negara," kata Said kepada Antara di Jakarta, Minggu.

Menurut Said, usulan agar program "right sizing" tersebut menjadi bagian dari KPI di Kementerian Keuangan sejalan dengan upaya pemerintah mengurangi sekaligus mengefisienkan jumlah BUMN.

Sesuai dengan Master Plan Kementerian BUMN jumlah BUMN akan dikurangi menjadi sebanyak 78 BUMN pada tahun 2014, dan 25 BUMN pada tahun 2025. Adapun jumlah perusahaan pelat merah saat ini mencapai 141 BUMN.

Sementara itu, pola "right sizing" dilakukan melalui opsi holding, merger, akuisisi, penggabungan, divestasi, peleburan, maupun likuidasi.

Rencana perampingan sudah dijalankan sejak Kementerian BUMN dipimpin Tanri Abeng, namun hingga kini baru dua sektor yang membentuk holding, yaitu PT Semen Indonesia dan PT Pupuk Indonesia, selebihnya seakan berjalan di tempat.

Jumlah BUMN yang melakukan merger, akuisisi, konsolidasi masih dapat dihitung dengan jari.

Menurut Said Didu, kendala utama program "right sizing" adalah perlunya revisi PP Nomor 41 Tahun 2013 dengan melimpahkan semua kewenangan pada Kementerian BUMN untuk melakukan merger, akuisisi, penggabungan, dan konsolidasi.

"Kecuali, keputusan opsi likuidasi harus tetap ditangan Kementerian Keuangan karena langkah ini masuk dalam kategori menghilangkan aset negara," ujar Said.

Ia menegaskan, dengan revisi tersebut, jelas siapa yang bertanggung untuk menjalankan program "right sizing".

Said yang juga mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini menuturkan, selama ini, seakan-akan terjadi kegagalan Kementerian BUMN dalam menjalankan program "right sizing", padahal sesungguhnya telah terjadi tarik-menarik antara Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.

"Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Keuangan Negara tidak rela kehilangan kewenangannya pada BUMN. Ini yang mengakibatkan rapat soal `right sizing` selalu mentah karena tidak mendapat tindak lanjut dari pemegang saham," ujar Said.

Ia menambahkan, selain revisi PP No. 41/2003, juga perlu didorong adanya revisi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan bahwa program "right sizing" BUMN terus bergulir dengan mematangkan kriteria BUMN mana saja yang akan masuk program tersebut.

"Ke depan, fokus pengembangan BUM adalah yang memiliki tiga peran, yaitu beroperasi dalam mempertahankan negara, BUMN yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, dan BUMN dikembangkan dalam kerangkan menjadi pemimpin di Asia," ujar Dahlan.
(R017/D007)

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013