...kami tidak bisa menjamin keselamatan mereka selamanya karena serangan-serangan militer kalian (Prancis) terhadap pangkalan mujahidin."
Nouakchott (ANTARA News) - Kelompok Al Qaida Afrika Utara AQIM mengatakan, mereka telah membunuh seorang sandera Prancis yang ditangkap di Mali utara dua tahun lalu, kata Kantor Berita Mauritania ANI, Minggu.

AQIM mengatakan, tahanan-tahanan lain Prancis berisiko dibunuh karena intervensi negara Eropa itu di Mali, kata ANI, lapor Reuters.

"Semua sandera lain masih hidup," kata AQIM dalam sebuah komunike yang tampaknya dimaksudkan untuk warga Prancis dan dikutip oleh ANI, yang sering menerima pernyataan-pernyataan AQIM.

"Namun kami tidak bisa menjamin keselamatan mereka selamanya karena serangan-serangan militer kalian (Prancis) terhadap pangkalan mujahidin," tambah komunike itu.

ANI melaporkan sebelumnya pekan ini, seorang anggota AQIM menyatakan bahwa gerilyawan pada 10 Maret memancung Philippe Verdon, yang ditangkap di Mali utara pada November 2011.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan intervensi Afrika berkekuatan sekitar 3.300 prajurit di bawah pengawasan kelompok negara Afrika Barat ECOWAS. Dengan keterlibatan Chad, yang telah menjanjikan 2.000 prajurit, berarti jumlah pasukan intervensi itu akan jauh lebih besar.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013