Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengutip arahan Presiden, meminta agar penyelesaian sengketa lahan dikerjakan secara komprehensif dan jangan ditunda agar tidak menjadi bom waktu sehingga memicu konflik sosial dan kekesaran di tanah air.

Dipo di acara "Minum Kopi Bersama dengan Sekretaris Kabinet" dengan tema "Potensi Konflik Penguasaan Lahan" di kompleks Istana Jakarta, Senin, mengatakan penanganan sengketa lahan harus menggunakan formula saling menguntungkan (win-win solution) disamping pendekatan hukum (legal).

Upaya itu penting agar negara tidak dirugikan dan rakyat mendapat kesejahteraan meskipun dunia usaha sedikit berkurang keuntungannya.

Dipo mengingatkan bahwa akhir-akhir ini berbagai konflik sosial dan kekerasan di tanah air acap terjadi akibat sengketa lahan. Sengketa itu antara lain karena tumpang tindih regulasi, perizinan, sengketa batas wilayah, sengketa hak ulayat dan penyerobotan lahan.

Laporan hasil kajian serta pemetaan Badan Informasi Geospasial menyatakan di beberapa wilayah masih ada potensi konflik sosial akibat terjadinya tumpang tindih penguasaan lahan di bidang kehutanan, perkebunan, pertambangan dan lokasi transmigrasi.

Berkaitan dengan itu dia mengingatkan kembali arahan-arahan Presiden pada Sidang Kabinet Terbatas pada 25 Juli 2012, khusus terkait dengan penanganan sengketa/konflik lahan, diantaranya sengketa lahan antara negara dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dengan masyarakat dicarikan solusinya secara komprehensif.

Pada acara yang dihadiri sejumlah gubernur diantara Gubernur Kaltim, Riau dan Kalsel dan sejumlah bupati terkait, diminta agar mereka terus bekerja dan mengingatkan masyarakat apabila terdapat konflik lahan agar dibicarakan terlebih dahulu dan tidak melakukan pengrusakan dan pendudukan lahan yang melawan hukum.

"Konflik lahan di Sumut, Sumsel dan Lampung agar diselesaikan dengan tepat, adil, dan tertib dalam dua tahun atau dalam masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II," kata Dipo.

Berkaitan dengan itu dibentuk tim terpadu untuk menangani kasus-kasus lahan seperti konflik PTPN II di Sumut, konflik Mesuji di Lampung dan konflik PTPN VII di Cintamanis di Sumsel.

Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik, Badan Informasi Geospasial, Nurwadjedi mengatakan memperkenalkan satu peta (one map) yang merupakan turunan dari amanat UU No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG) dimana harus dibangun di atas satu lembar peta dasar.

Berdasarkan itu dilakukan proses integrasi Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang dibangun oleh instansi terkait sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.

Hasilnya, masih banyak tumpang tindih pengalokasian lahan dalam suatu daerah atau area bidang lahan yang sama.

Karena itu kebijakan One Map diperlukan dan harus dipercepat agar penyelenggaraan IGT dapat diintegrasikan.

Sementara Gubernur Kaltim Awang Faroek mengatakan perlu keputusan Presiden untuk menentukan peta mana yang dijadikan acuan karena masing-masing instansi memiliki peta sendiri.

Dia juga membuka sejumlah kontroversi pada kebijakan lahan, terutama hutan rakyat, hutan konversi dan perbatasan yang menjadi beranda terdepan.

Dia mengungkapkan rencana Pemda untuk membangun jalan tol dan kereta api yang melalui hutan rakyat dan hutan lindung tetapi ditolak tetapi di sisi lain 10 ijin usaha batu bara diberikan ijin.

Begitu juga dengan pembangunan jalan di perbatasan yang membutuhkan jalan poros yang melalui hutan lindung dan konservasi.

Pewarta: Erafzon SAS
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013