Putusan ini kami khawatirkan akan mencederai rasa keadilan karena selama ini publik menganggap bahwa prosedur berita acara hanya membenarkan PK atas putusan kasasi. Tidak ada PK atas PK,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Setara Institute Hendardi menyayangkan putusan Mahkamah Agung atas Peninjauan Kembali yang diajukan terdakwa Pollycarpus terhadap PK yang diajukan Jaksa Agung dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir.

"Putusan ini kami khawatirkan akan mencederai rasa keadilan karena selama ini publik menganggap bahwa prosedur berita acara hanya membenarkan PK atas putusan kasasi. Tidak ada PK atas PK," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Senin.

Hendardi menilai pengurangan hukuman dari 20 tahun menjadi 14 tahun akan berdampak pada ketidakkonsistenan MA dalam mengawal putusan-putusannya.

Dia juga menyayangkan putusan MA yang memperkenankan Jaksa Agung mengajukan PK.

"Jika pengajuan PK semacam ini dibolehkan, maka menjadi preseden. Amat disayangkan ketika Jaksa Agung justru terkesan tidak konsisten dalam menyikapi putusan atas Muchdi Pr," katanya.

Menurut dia, pengajuan PK atas Pollycarpus bisa dibenarkan, meskipun sebetulnya PK hanya menjadi hak terdakwa.

"Tetapi dalam kasus Muchdi, Jaksa Agung terkesan bergeming dan menutup ruang serta jalan mewujudkan keadilan," katanya.

Hendardi juga berpendapat pembentukan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir oleh Presiden Yudhoyono yang awalnya membuka harapan dan keterbukaan, saat ini cenderung tertutup.

"Ketidakmauan TPF Munir mengumumkan hasil temuannya bisa memunculkan apatisme penegakan HAM di Indonesia," katanya.

Dia mengaku khawatir masyarakat akan lupa terhadap kasus tersebut karena penanganan yang berkepanjangan dan rasa keadilan yang dinilai satu-persatu ditutupi.

"Nanti, masyarakat jadi `amnesia` atas kasus ini," katanya.

Dia berharap pengungkapan kasus Munir yang disebut sebagai "test of our history" bisa dibuka seluas-luasnya, sehingga keadilan dapat ditegakkan.
(J010/T007)

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013