Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hayim Muzadi mengatakan, Pancasila sebagai ideologi negara harus diteguhkan keberadaannya secara bersama-sama, termasuk oleh kalangan agamawan, untuk menghadapi berbagai tarikan, baik ke kiri maupun ke kanan, oleh ideologi sekulerisme maupun ideologi agama. "Saat ini orang di mana-mana mencaci Pancasila dan berusaha mengubahnya sesuai keinginan masing-masing," kata Hasyim saat menerima Simon Sengkerij dari Action by Church Together dan Djunijarto dari Yayasan Tanggul Bencana di kantor PBNU, Jakarta, Rabu. Menurut Hasyim, reformasi yang tanpa disertai konsep dan hanya upaya untuk melakukan perlawanan terhadap Orde Baru telah melahirkan banyak masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini. Dalam hal ini, katanya, para tokoh agama harus turut berperan sebagai "play maker" walaupun bukan sebagai "player". Namun, tambah Hasyim, bukan berarti kalangan agamawan harus mengambil alih semua persoalan. Peran utama harus tetap berada pada kepemimpinan nasional karena merekalah yang menentukan kebijakan nasional. "Kalau kita hanya bisa membantu dalam aspek kemanusiaan yang berada di hilir. Persoalan di hulu itu urusan pimpinan nasional," katanya. Dengan demikian, katanya, masing-masing memiliki peran yang jelas. Hanya saja, Hasyim berharap agar pimpinan nasional yang bertugas menangani persoalan yang ada di hulu benar-benar menjalankan perannya dengan baik. "Kalau masalah di hulu belum selesai, maka nanti (yang di hilir) bisa ketimpa lagi dari atasnya," tambahnya. Terkait Pancasila sebagai ideologi negara, Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, 28-30 Juli lalu, mengeluarkan maklumat mendukung Pancasila dan UUD 1945 sebagai peneguhan sikap organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. NU berpendapat, Pancasila merupakan satu-satunya ideologi yang secara dinamis dan harmonis dapat menampung nilai-nilai keanekaragaman agama maupun budaya, sehingga Indonesia kokoh, utuh dan tidak terjebak menjadi negara agama (teokrasi) maupun menjadi negara sekuler yang mengabaikan nilai-nilai agama. "Sepanjang sejarah Republik Indonesia, setiap upaya mempersoalkan Pancasila sebagai ideologi negara, apalagi upaya untuk menggantikannya, terbukti senantiasa menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa dan secara realistis tidak menguntungkan umat Islam sebagai mayoritas bangsa," kata Hasyim. Pancasila sebagai etika bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga menjadi agenda bahasan Kongres I Pemuka Pemuka Agama yang saat ini tengah digelar hingga 24 Agustus mendatang, selain pembahasan soal aksi bersama umat beragama dalam merancang keberagaman umat ke depan supaya mampu beragama secara dewasa dan merumuskan aksi bersama umat beragama menghadapi tantangan global dan tantangan internal bangsa.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006