KPI harus diberdayakan, agar ada keseimbangan dengan power media yang dahsyat saat ini."
Depok (ANTARA News) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dipimpin Judhariksawan mendatangi kediaman mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi di Kota Depok, Jawa Barat guna meminta dukungan terkait kewenangan KPI.

"Kedatangan kami untuk bersilaturahmi dan permintaan dukungan pada lembaga ini. Hasyim Muzadi merupakan tokoh agama dan punya pengalaman dalam politik sehingga kami perlu meminta masukannya," kata Judhariksawan usai bertemu Kiai Hasyim di Depok, Kamis.

Ia mengatakan, pihaknya meminta nasehat dan wejangan, selain memberikan informasi perkembangan KPI dan masalah yang sedang dihadapi maupun berbagai program yang dilakukan.

KPI, menurut dia, saat ini perannya sebatas pengawas isi siaran dan pendukung saja, sedangkan infrastruktur dan pemberian izin stasiun penyiaran harus mendapat persetujuan dari Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).

"Kita masih terkendala oleh UU dan revisi penyiaran yang baru digodok tahun ini. Mungkin ceritanya akan beda kalau kita yang menerbitkan izin penyiaran dan melakukan pengawasan,"katanya.

Ia mengemukakan, selama 2013 KPI menerima 9.361 pengaduan dan memberikan 86 sanksi, yakni sanksi teguran tertulis pertama dan kedua, 18 peringatan dan tujuh imbauan.

Selain itu, ia menyatakan, dalam hal tayangan stasiun televisi yang digunakan untuk kepentingan politik juga mendapat aduan dari masyarakat, yakni setidak-tidaknya 35.000 penandatanganan petisi dari masyarakat dan mahasiswa yang meminta KPI memberikan hukuman bagi lembaga penyiaran tersebut.

Hal serupa juga diajukan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang meminta, agar iklan politik dihentikan dan baru diizinkan pada masa kampanye 16 Maret 2014.

Dalam hal politik,  Judhariksawan menyatakan, pihaknya sudah memberikan teguran pada enam stasiun swasta dan TVRI.

Hasyim Muzadi berpendapat, KPI harus diperkuat dan diberdayakan, agar dapat menciptakan media visual bermutu untuk pendidikan dan generasi muda.

"Kalau KPI mau kuat seperti KPK, harus mampu memberikan sisi kebutuhan yang diperlukan masyarakat banyak," ujarnya.

KPI, dinilainya, harus meluruskan media yang melakukan kampanye sebelum waktunya, dan bisa memberikan teguran berdasarkan undang-undang, walau ada kalanya teguran itu kurang didengar.

Hasyim berpendapat, saat ini media massa menjadi raksasa yang kekuatan (power)-nya melebihi partai politik, sehingga sangat diperlukan penyeimbang agar tidak terjadi kesemrawutan.

"KPI harus diberdayakan, agar ada keseimbangan dengan power media yang dahsyat saat ini," demikian Hasyim. (*)

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014