Jakarta (ANTARA News) - Enam lembaga bisnis Amerika Serikat meminta pemerintah Selandia Baru menunda pemberlakuan undang-undang kemasan polos untuk rokok.

Menurut pemberitaan Kantor Berita Perancis AFP (Agence France Presse) Rancangan undang-undang Lingkungan Bebas Rokok (Kemasan Polos Rokok) itu akan dibacakan di parlemen untuk pertama kalinya, Selasa (11/2).

Kelompok yang mencakup Kamar Dagang AS, Dewan Perdagangan Asing Nasional dan Asosiasi Manufaktur Nasional, mengatakan undang-undang tersebut dapat menghilangkan hak pengusaha menggunakan ciri khasnya.

Regulasi itu juga dikhawatirkan mendorong pasar gelap rokok.

Namun permintaan AS sepertinya akan menjadi polemik. Menteri Kesehatan Selandia Baru Tariana Turia berkeras, mengatakan negaranya adalah negara berdaulat yang bisa membuat undang-undang apa pun demi kepentingan nasionalnya.

William Reinsch dari Dewan Perdagangan Asing Nasional mengatakan kepada acara Morning Report di Radio New Zealand, Senin (10/2), undang-undang itu sebenarnya melanggar perdagangan internasional Selandia Baru.

"Pemerintah tidak punya kebebasan mutlak untuk melakukan apa pun jika terkait dengan sistem internasional," kata Reinsch.

"Apalagi Selandia Baru adalah pemimpin WTO. Mantan perdana menteri Mike Moore pernah menjadi direktur jenderal. Duta Besar Selandia Baru untuk WTO pernah memimpin komisi pertanian selama bertahun-tahun. Lagi pula, biasanya Selandia Baru selalu paling depan dalam mengingatkan semua pihak untuk menghormati peraturan," tambah Reinsch.

Reinsch dinilai memiliki kepentingan karena beberapa anggota lembaganya adalah perusahaan rokok. Pemerintah Selandia Baru pernah mengatakan, mereka akan menunggu hasil aksi legal terhadap Australia atas legislasi ini sebelum memberlakukan kebijakan kemasan polos untuk rokok.

(.A050//M014)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014