Sangatlah tidak benar bahwa ada campur tangan politik pada KPK dalam penanganan kasus Bank Century,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah adanya campur tangan politik dalam penanganan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Sangatlah tidak benar bahwa ada campur tangan politik pada KPK dalam penanganan kasus Bank Century," kata jaksa KPK KMS Roni dalam sidang tanggapan jaksa terhadap nota keberatan terdakwa Budi Mulya di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Jaksa juga menilai bahwa tim penasihat hukum Budi Mulya memberikan pernyataan yang tidak mendasar mengenai kesamaan alat bukti dan materi pemeriksaan yang digunakan.

"Menjadi pertanyaan dari mana tim penasihat hukum bisa menyimpulkan bahwa perkara atas nama terdakwa Budi Mulya bisa disidangkan di pengadilan dengan alat bukti dan materi pemeriksaan yang sama pada saat tahap penyelidikan 2011 sedangkan penasihaT hukum terdakwa pukan penyelidik dan penyidik perkara," tambah jaksa.

Artinya jaksa KPK menegaskan penanganan perkara Budi Mulya tersebut dilakukan secara profesional dengan didukung penggeledahan di kantor Bank Indonesia pada 25--26 Juni 2013 dan menemukan banyak barang bukti yang sebelumnya belum pernah ditemukan.

"Berdasarkan uraian tersebut, keberatan atau eksepsi yang diuruaikan tim penasihat hukum terdakwa harus ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima," ungkap jaksa.

Jaksa KPK juga menilai bahwa pemberian uang Rp1 miliar pada Juli 2008 untuk Budi Mulya dari mantan pemilik Bank Century Robert Tantular punya kaitan erat dengan jabatan Budi Mulya.

"Pada sekitar awal Oktober 2011 dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang dihadiri terdakwa, diputuskan merotasi tugas-tugas anggota DGBI termasuk terdakwa yang semula mengurusi bidang pengelolaan moneter dan devisa selanjutnya hanya mengurusi bidang kantor perwakilan, museum dan pengelolaan aset," jelas jaksa.

Deputi Gubernur BI bidang Pengelolaan Devisa akhirnya diserahkan kepada Halim ALamsyah dan bidang pengelolaan Devisa diserahkan kepada Hartadi A Sarwono.

"Rotasi tersebut dilakukan supaya terdakwa Budi Mulya fokus menangani permasalahannya, dan masih pada awal Oktober 2011, Budi Mulya mengajukan permohonan diri untuk non aktif sebagai anggota DGBI padahal masa jabatannya sebagai Deputi Gubernur BI bidang 4 pengelolaan moneter dan devisa baru berakhir pada November 2012," tambah jaksa.

Artinya menurut jaksa, pemberian sanksi dari BI kepada Budi Mulya berupa pengurangan kewenangan sebagai Deputi Gubernur BI menjadi hanya mengurusi bidang kantor perwakilan, museum dan pengelolaan aset menunjukkan bahwa BI sendiri menganggap perbuatan Budi Mulya menerima Rp1 miliar dari Robert Tantulah dianggap perbuatan tercela.

Namun Budi Mulya dalam persidangan mengaku bahwa uang itu merupakan urusan perdata berupa pinjam-meminjam.

"Transaksi Rp1 miliar adalah transaksi perdata pinjaman saya dan sudah saya lunasi, dan saya sudah menerima sanksi yang sangat berat dan ternyata itu dikaitkan dengan dakwaan korupsi yang mana saya hanya melaksanakan tugas dalam kapasitas sebagai pemimpin di BI dalam rapat dewan Gubernur. Saya lebih dalam kapasitas memberikan pendampingan," ungkap Budi Mulya.

Jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur teNtang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (27/3) dengan agenda putusan sela.

(D017/Z002)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014