Masalah pembayaran uang pengganti (diyat) yang mencapai miliaran rupiah bisa didapat tidak hanya dari APBN tapi juga anggaran lain misalnya dari PJTKI atau Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi,"
Jakarta (ANTARA News) - Calon anggota DPR dari Partai Gerindra Siti Sarifah Mustakarini mengatakan nyawa warga negara Indonesia sangat berharga dan untuk itu pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan TKI asal Semarang, Satinah, yang dihukum mati di Arab Saudi atas tuduhan membunuh majikan.

"Masalah pembayaran uang pengganti (diyat) yang mencapai miliaran rupiah bisa didapat tidak hanya dari APBN tapi juga anggaran lain misalnya dari PJTKI atau Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi," katanya di Jakarta, Rabu.

Namun calon legislatif dari daerah pemilihan Jakarta 2 yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri ini mengakui dalam membela TKI yang bermasalah di luar negeri, pemerintah juga harus selektif. "Untuk Satinah, dia membunuh karena tertekan disiksa majikan," tambahnya.

Ditanya mengenai sikap pemerintah Filipina dan Srilanka yang tidak pernah membayar uang pengganti (diyat) untuk tenaga kerja yang terlibat kasus pembunuhan di Arab Saudi, Sarifah mengatakan Indonesia tidak perlu mengikuti langkah tersebut. "Setiap pemerintahan beda kebijakan," katanya.

Sebelumnya, diberitakan TKW asal Semarang, Jawa Tengah, Satinah divonis hukuman mati pada tahun 2011 setelah dalam persidangan mengakui membunuh majikannya di Arab Saudi yang berusia 70 tahun dan mengambil uang 37.900 riyal dari majikannya tersebut.

Satinah semula divonis hukuman mati mutlak. Tapi setelah naik banding, hukuman turun menjadi hukuman mati Qishash, yakni hukuman yang bisa dihindari apabila membayar uang diyat (pengganti) dengan jumlah yang ditentukan oleh keluarga korban.

Keluarga korban awalnya meminta uang diyat sebesar Rp21 miliar namun pemerintah Indonesia mengatakan hanya bisa membantu membayar uang diyat sebesar Rp12 miliar. Hingga saat ini belum jelas apakah pihak keluarga korban akan menerima tawaran pemerintah Indonesia atau tidak.
(A051/F001)

Pewarta: Amie Fenia Arimbi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014