Banda Aceh (ANTARA News) - Delapan orang nelayan tradisional asal Aceh hingga kini masih mendekam di penjara di penjara Port Blair, India, dan lima di antaranya akan mengakhiri masa hukumannya pada 14 September 2014.

"Lima nelayan yang akan bebas pada September 2014 itu ditangkap pihak berwenang India karena terbukti menangkap ikan di perairan laut India pada 30 Agustus 2012," kata Sekjen Panglima Laot Aceh Umar Bin Abdul Aziz di Banda Aceh, Selasa.

Kedutaan Besar RI di New Delhi ke Kementrian Luar Negeri dan gubernur yang ditembuskan kepada Panglima Laot Aceh memberitahukan hasil putusan sementara Pengadilan Negeri Port Blair India terhadap lima nelayan asal Aceh yang tertangkap tangan melakukan penangkapan ikan di wilayah hukum India.

Sementara itu pihak KBRI di New Delhi juga melaporkan masih ada tiga nelayan lainnya, yakni satu keluarga yang hingga kini ditahan di penjara Port Blair India. Ketiganya belum dilakukan proses persidangan oleh aparat penegak hukum India.

Ketiga nelayan itu merupakan satu keluarga yang terdiri dari Kamaruzaman (ayah: 50 tahun), Aan Anzana (23) dan Irwan Saputra (18), keduanya adalah anak dari Kamaruzzaman. Mereka ditangkap sejak April 2014.

Panglima Laot merupakan organisasi adat tempat berhimpun ratusan ribu nelayan tradisional di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

Ke lima nelayan tersebut adalah Dedi Suhardi (pawang), Nurwan, Azhari, Harmi dan Muhamad Nasir yang merupakan anak buah kapal dari boat KM Aneuk Rahmad.

Panglima Laot Aceh juga sudah mengirimkan sejumlah dokumen dan surat-surat yang dibutuhkan untuk keringanan hukuman nelayan tersebut.

"Begitu juga dari pihak KBRI di India yang langsung melakukan verifikasi serta memberikan bantuan hukum termasuk menyewa pengacara setempat untuk mempermudah proses persidangan nelayan Aceh tersebut," kata Umar menjelaskan.

Terhadap lima nelayan Aceh yang akan berakhir masa hukuman pada September 2014, dijelaskan informasi dari KBRI India menyebutkan kelima itu didakwa dengan pasal berlapis yaitu pencurian ikan, melawan (berusaha melarikan diri) pada saat dirazia, dan memasuki wilayah hukum negara lain tanpa dokumen yang sah.

"Mereka dapat dituntut sembilan tahun kurungan atau denda lebih kurang 500.000 Rupee atau setara Rp1 miliar. Berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, kelima nelayan tersebut akhirnya hanya dijatuhi hukuman dua tahun penjara dipotong masa tahanan dan denda pidana sebesar lebih kurang Rp2,5 juta untuk pawang dan masing-masing Rp2 juta bagi ABK," kata dia menjelaskan.

Terhadap tiga nelayan (satu keluarga) yang baru ditangkap itu, Umar menjelaskan pihaknya dengan dukungan KBRI di New Delhi akan berupaya untuk melakukan pembebasan hukuman sehingga bisa kembali berkumpul dengan keluarganya di Aceh.
(A042)

Pewarta: Azhari
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014