Kota Gaza (ANTARA News) - Walaupun Israel telah menghujani Jalur Gaza dengan bom, ketakutan akan terbunuh atau terluka tak menghentikan seorang ayah yang sedang berpuasa menyusuri jalanan yang lengang dan toko yang tutup untuk membeli makanan buat dua putranya.

Ahmed Abu Shaban, yang berusia 45 tahun dan ayah lima anak, bernafas lega saat ia akhirnya menemukan toko yang setengah-buka. Ia membeli dua kaleng susu dan segera pulang melewati permukiman; tak ada kendaraan sementara semua toko di sana tutup.

"Alhamdu Lillah! Akhirnya ada yang buka," kata Abu Shaban, seorang guru di satu sekolah dasar di Kota Gaza.

"Saya tak peduli dengan nyawa saya, tapi saya benar-benar peduli dengan keluarga saya," kata Abu Shaban. Ia menambahkan, "Saya harus berlari dan bersama keluarga saya sesuatu yang buruk terjadi ... Mereka mengkhawatirkan saya."

Selama tiga hari belakangan, jet tempur Israel telah melancarkan serangan udara sengit sepanjang waktu terhadap lokasi yang menjadi sasaran di Jalur Gaza, yang mereka percaya "digunakan untuk menembakkan roket dan amunisi ke dalam wilayah Israel".

Sebanyak 1,8 juta warga Jalur Gaza tetap tinggal di dalam rumah kecuali ada keperluan mendesak, akibat serangan udara yang tak pernah berhenti dan kemungkinan operasi darat.

"Kehidupan benar-benar lumpuh," kata Abu Shaban, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat malam. "Jalanan lengang dan tak ada orang yang keluar rumah karena khawatir terbunuh atau terluka sementara televisi memperlihatkan bahwa Israel menyerang ke mana-mana secara semena-mena."

Pada Kamis pagi (10/7), satu pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri --yang dioperasikan HAMAS-- di Jalur Gaza mengatakan lebih dari 70 rumah dan sebanyak 15 bangunan pemerintah hancur akibat serangan udara Israel dalam tiga hari belakangan.

Di jalan utama di Kota Gaza, hanya ada beberapa ambulans yang mondar-mandir untuk membawa korban jiwa sipil dan gerilyawan ke rumah sakit. Deru kendaraan tanpa awak dan suara ledakan besar yang menggetarkan dan mengguncang rumah di daerah kantung itu.

"Selain hilangnya nyawa dan rusaknya bangunan serta rumah, kehidupan yang lumpuh di Jalur Gaza mengakibatkan kerugian ekonomi parah, yang pada dasarnya bertambah buruk," kata Shadi Nasan, pemilik pasar mini di Jalur Gaza.

Nasan mengatakan selama hari pertama agresi militer Israel ke Jalur Gaza, tokonya dipenuhi orang yang membeli makanan, "tapi dalam dua hari belakangan, kegiatan usaha sangat merosot".

Sementara itu, Ashraf Al-Qedra, Juru Bicara Kementerian Kesehatan yang dikelompok HAMAS di Jalur Gaza, mengatakan kepada Xinhua di Rumah Sakit Shiffa di Kota Gaza bahwa 88 orang Palestina tewas dan 660 orang lagi cedera selama tiga hari belakangan. "Sebanyak dua-pertiga korban adalah perempuan, anak-anak dan pria tua".

"Kami menderita kekurangan parah 35 persen obat, perlengkapan medis dan layanan kesehaan buat pasien. Kami telah menghentikan operasi normal dan hanya memusatkan perhatian pada operasi korban yang cedera dalam serangan udara Israel," kata Al-Qedra.

Buat banyak rakyat Jalur Gaza, yang paling mereka khawatirkan bukanlah serangan saat ini terutama terhadap sasaran HAMAS, tapi operasi darat berskala besar dari Israel --yang mungkin segera dilancarkan.
(C003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014