ROV itu bisa bermanfaat untuk tujuan eksplorasi, riset, pendidikan, atau hobi yang menyenangkan. Cara membuatnya juga mudah dengan biaya tidak terlalu mahal."
Surabaya (ANTARA News) - Eric Stackpole, mantan teknisi NASA dari Amerika Serikat, mengajari sejumlah pelajar merakit kapal selam OpenROV atau robot bawah air dalam workhop ROV (Remotely Operated Vehicle) di Gedung Konsulat Jenderal AS di Surabaya, Rabu.

"Secara teknologi, pelajar di sini memiliki potensi yang bisa dikembangkan lebih baik lagi," kata pendiri OpenROV itu di hadapan pelajar dari Sekolah Robot Indonesia (SRI) Surabaya dan Sidoarjo dalam workshop yang digelar Departemen Luar Negeri AS itu.

Sebelumnya, Tim Robotik Lintang Selatan dari SRI Surabaya dan Sidoarjo meraih Special Award sebagai tim paling tekun dan semangat dalam "2014 MATE (Maritime Advance Technology Education) International ROV Competition" di Amerika Serikat pada 26-28 Juni 2014.

"ROV itu bisa bermanfaat untuk tujuan eksplorasi, riset, pendidikan, atau hobi yang menyenangkan. Cara membuatnya juga mudah dengan biaya tidak terlalu mahal," kata Stackpole yang melakukan penelitian tentang ROV selama setahun pada tiga tahun silam itu.

Secara teknis, ROV yang melakukan penjelajahan di bawah air dapat dikendalikan dari darat melalui remote atau alat pengendali dan hasil penjelajahannya dapat disiarkan pada video secara live menggunakan komputer, sehingga apa yang ada di bawah air hingga kedalaman 100 meter dapat diketahui.

Di sela workshop itu, Pembina Tim Lintang Selatan dari SRI Surabaya-Sidoarjo, Dhadhang Setiya Budi Winarto, mengatakan robot underwater atau bawah air buatan Tim Lintang Selatan yang menerima Special Award di AS itu tidak jauh berbeda secara teknis dengan underwater ROV.

"Bedanya, ROV dibuat melalui riset, sehingga bentuknya lebih sederhana dan biaya pembuatannya lebih murah yakni sekitar 650 dolar AS, sedangkan underwater Lintang Selatan berukuran lebih besar dengan biaya pembuatan berkisar 1.800 dolar AS," katanya.

Namun, prinsip kerjanya sangat mirip. "Hanya saja, underwater Lintang Selatan memiliki lengan penjepit karena kompetisi ROV di Amerika itu memberi misi untuk mengambil sampah kaleng atau botol serta membawanya ke permukaan air," katanya.

Setelah memenangkan kompetisi ROV tingkat Asia di Hong Kong pada 10-15 April dan menerima Special Award dalam kompetisi ROV tingkat dunia di AS itu, Tim Lintang Selatan akan dikembangkan untuk kepentingan pemotretan di bawah air pada sejumlah daerah di Indonesia.

"Awalnya, kami pesimistis saat mengikuti kompetisi ROV tingkat dunia di Amerika itu. Kami tidak punya pengalaman dan baru pertama kali ikut kompetisi dunia itu, ternyata mendapatkan Special Award," kata anggota Tim Lintang Selatan dari SMAN 1 Sidoarjo, Ahistya Purbolintang.


Mahasiswa Asia

Sementara itu, 26 mahasiswa Asia mengikuti "Petra Summer Program 2014" (PSP 2014) di Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya pada 11-23 Agustus 2014 untuk mempelajari seni dan budaya Indonesia melalui serangkaian aktivitas indoor atau dalam ruangan dan outdoor di Surabaya dan sekitarnya.

"Mereka tergabung dalam kelas lintas budaya dan pengayaan budaya di Pabrik Tahu Dinoyo, Pasar Keputran, Tambak Bayan, Perpustakaan Bank Indonesia, dan Ekowisata Mangrove Wonorejo (EWM)," kata penanggung jawab PSP 2014, Rama Tidball M.Ed.

Para mahasiswa Asia dari Dongseo University, Busan, Korea Selatan; Hannam University, Daejeon, Korea Selatan; Josai International University, Chiba, Jepang; International Christian University, Tokyo, Jepang; dan Wenzao Ursuline University of Language, Kaohsiung City, Taiwan itu juga belajar seni arsitektur, seni membatik, seni mural, serta kuliner dan musik di Surabaya.

"Dalam Foodways Incorporated yang dikelola oleh Hotel Management UKP pada Selasa (12/8), mereka diajari cara membuat Indonesian fusion cuisine bersama Sia Tjun han, seorang Head of Food Production Laboratory Jurusan Manajemen Perhotelan UKP," katanya.

Pada Rabu (13/8), mereka mengikuti "culture activities" tentang "Batik and Janur Making" bersama Ir Lintu Tulistyantoro MD selaku narasumber yang menjelaskan warisan budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO itu.

"Para mahasiswa Asia itu pun ditantang untuk membuat batik milik mereka sendiri selepas mendengar seminar singkat mengenai batik," katanya, didampingi panitia lainnya, Renny Novemsy Dese SS.  (E011/T007)

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014