Jakarta (ANTARA News) - Forum Ekonomi Islam Dunia (World Islamic Economic Forum/WIEF) menyoroti integrasi ASEAN dalam pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan mulai diberlakukan pada tahun 2015.

"Integrasi ASEAN 2015 mendatang, serta peningkatan daya beli dan konsumen Muslim menggarisbawahi potensi pertumbuhan yang kuat dari perekonomian Islam," kata Ketua Yayasan WIEF Tun Musa Hitam dalam siaran pers WIEF yang diterima di Jakarta, Selasa malam.

ASEAN adalah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara beranggotakan sepuluh negara yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam.

Menurut Tun Musa, fokus WIEF adalah membawa peluang-peluang masa depan yang dapat memastikan perkembangan secara terus-menerus bagi ekonomi dan manusia.

Untuk itu, ujar dia, cara untuk mencapai hal tersebut antara lain dengan menjelajah prospek pasar muslim di berbagai kawasan dengan mendayagunakan pertumbuhan yang terus melaju dari keuangan Islam.

Ia mengungkapkan, acara WIEF ke-10 di Dubai, 28-30 Oktober 2014 mendatang juga mengusung tema "Kerja Sama Inovatif untuk Pertumbuhan Ekonomi".

WIEF ke-10 juga diperkirakan akan dihadiri lebih dari 2.500 peserta dari sebanyak 140 negara, menyusul kesuksesan acara forum itu sebelumnya di berbagai negara seperti Jakarta, Kuala Lumpur, Islamabad, Kuwait, Astana, Johor Bahru dan London.

Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengatakan Indonesia telah mengalami pengalaman pahit dengan perjanjian pasar bebas ASEAN-Tiongkok (ACFTA).

"Pengalaman pahit dengan ACFTA menunjukkan bahwa industri Indonesia tidak siap sehingga pasar dalam negeri banjir barang dari Tiongkok," kata Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Selasa (22/7).

Menurut Suryo, setelah ACFTA telah berjalan dalam beberapa tahun terakhir ini, industri Indonesia tidak juga menunjukkan kemajuan.

Ia mengingatkan, berdasarkan angka BPS pada tahun 2009, total impor Indonesia berjumlah 96,829 miliar dolar Amerika Serikat (AS), terdiri atas bahan baku dan penolong sebesar 69,638 miliar dolar AS, barang modal 20,438 miliar dolar AS, serta barang konsumsi 6,752 miliar dolar AS.

Sedangkan pada 2013, total impor 186,631 miliar dolar AS terdiri dari bahan baku dan penolong 140,126 miliar dolar AS, barang modal 31,534 miliar dolar AS, serta barang konsumsi 13,139 miliar dolar AS.

"Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memerlukan perubahan yang bersifat struktural dalam kebijakan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pembangunan manusia," katanya.

Perubahan struktural itu, ujar dia, hanya akan terlaksana melalui kebijakan publik yang efektif, yang berarti perubahan mendasar juga diperlukan di bidang politik serta bidang birokrasi.
(M040/Z002)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014