Interior perpustakaan sejak dipasang maka pengunjung perpustakaan meningkat hingga per hari 10 ribu, dan bahkan dari Malaysia juga datang, perpustakaan juga membuktikan produktivitas UI,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri menjelaskan mengenai penerimaan "Ipad" terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung Perpustakaan UI tahun 2010-2011.

"Interior perpustakaan sejak dipasang maka pengunjung perpustakaan meningkat hingga per hari 10 ribu, dan bahkan dari Malaysia juga datang, perpustakaan juga membuktikan produktivitas UI," kata Gumilar saat menjadi saksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Gumilar menjadi saksi untuk terdakwa mantan Wakil Rektor bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan dan Administrasi Umum Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid yang didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp13 miliar dalam perkara tersebut.

Dalam dakwaan, Gumilar dan Tafsir disebut disebut menerima alat elektronik berupa satu buah desktop merk Apple dan satu buah Ipad merk Apple.

"Awalnya saya sedang berkeliling mengunjungi unit-unit kerja kampus, kalau sekarang bahasanya blusukan, dan saat hendak menuju perpustakaan pusat, saya berpapasan dengan Dedi di jalan. Saat itulah dia diberitahu ada komputer dan Ipad buat saya," ungkap Gumilar.

Dedi yang dimaksud adalah Dedi Abdul Rahmat Saleh menjabat sebagai manajer PT Makara Mas, perusahaan yang dibentuk pada 2008 dengan tujuan untuk menyatukan aktivitas bisnis yang dilakukan fakultas-fakultas di UI berdasarkan hasil penelitian dan memasarkan penelitian tersebut untuk kebutuhan komersial.

"Saat itu Dedi mengatakan, Prof, ada contoh desktop komputer dari perusahaan. Saya awalnya bingung karena saya kira Makara Mas hanya unit kerja biasa, lalu saya tanya lagi maksudnya contohnya seperti apa. Kemudian dia menjawab sama seperti yang ada di perpustakaan. Pemberian itu setelah instalasi komputer di perpustakaan selesai," ungkap Gumilar.

Akhirnya komputer dan "tablet" itu diantar saat Gumilar sedang berjalan-jalan di tempat peristirahatan di Megamendung, Bogor, pada akhir pekan.

"Diantar ke saung saya pada hari Jumat, Saya lihat-lihat, kemudian saya masukkan lagi. Saya berusaha menolak tapi terus diberikan. Ipad-nya saya tidak buka, masih utuh," tambah Gumilar.

Pada Senin pekan depannya, dia membawa lagi komputer merek Apple dan iPad itu ke kantor rektor dan meminta Tafsir sebagai wakil Rektor II untuk mengambalikannya.

"Saya minta Wakil Rektor II dikembalikan, besoknya ternyata komputer dan iPad itu masih ada di ruangan saya. Saya tanya lagi ke Wakil Rektor II tapi katanya beliau sudah menelepon dan berusaha mencari Igus. Tetapi yang bersangkutan mengatakan tidak mau komputer dan iPad itu dikembalikan," jelas Gumilar.

Namun kurang dari satu bulan, alat elektronik tersebut sudah tidak ada di ruangannya.

"Setelah satu bulan, sudah saya tidak ada di ruangan saya, saya tanya ke Wakil Rektor II, ternyata sudah dikembalikan," tambah Gumilar.

Dalam sidang, Gumilar juga mengakui bahwa pembangunan perpustakaan tersebut belum mendapatkan persetujuan dari Majelis Wali Amanat (MWA) UI.

"Sampai akhirnya memang kami belum mendapatkan persetujuan MWA karena memang pada saat itu, MWA sangat sulit sekali untuk rapat memenuhi kuorum," jelas Gumilar.

Karena tidak mendapat surat balasan, ataupun penolakan, maka ia memutuskan untuk melanjutkan pembangunan karena bila merujuk rencana pembangunan sebelumnya seperti rencana pembanguan apartemen UI, MWA akan mengirimlan surat penolakan bila menolak.

Dalam perkara ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Tafsir menjadi orang yang diprioritaskan sebagai perusahaan milik UI dalam setiap pengadaan barang/jasa yang dananya berasal dari dana masyarakat, sedangkan untuk pengadaan barang/jasa yang dananya dari APBN agar tetap melibatkan PT Makara Mas sebagai peserta tender atau lelang walaupun penawaran PT Makara Mas lebih mahal daripada penawaran perusahaan lainnya.

PT Makara Mas meminjam bendera perusahaan PT Netsindo Inter Buana dalam proses pengadaan sedangkan bendera PT Arun Prakarsa Inforindo dipinjam dalam proses perencanaan dan PT Reptec Jasa Solusindo untuk pekerjaan pengawasan.

Perbuatan Tafsir itu merugikan negara sebesar Rp13,076 miliar yang terdiri atas tahap pengadaan sebesar Rp12,959 miliar, tahap perencanaan sejumlah Rp73,68 miliar dan tahap pengawasan sebanyak Rp43,488 miliar.

Jaksa pun mendakwa Tafsir dengan pasal alternatif yaitu dari pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(D017/E001)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014