Sanaa (ANTARA News) - Polisi anti-huru-hara Yaman pada Minggu malam (7/9) menembakkan gas air mata untuk membubarkan gerilyawan Syiah, Al-Houthi, yang menghalangi jalan utama ke Bandar Udara Internasional Sanaa.

Sebanyak 10 pemrotes cedera dalam bentrokan, kata beberapa saksi mata kepada Xinhua.

Ambulans terlihat memasuki kamp pemrotes yang didirikan pada Minggu pagi dan menghentikan lalu lintas menuju bandara. Polisi anti-huru-hara menggunakan semprotan air untuk membersihkan kamp itu.

Beberapa sumber polisi mengatakan tambahan personel polisi anti-huru-hara dikerahkan untuk membersihkan kamp untuk aksi duduk tersebut dan membuka kembali jalan.

Sementara itu, suara tembakan terdengar di luar gedung Kementerian Dalam Negeri --tempat lain di mana gerilyawan melakukan aksi duduk.

Mohammed Abdulsalam, juru bicara kelompok Al-Houthi, menuduh pemerintah menyerang "pemrotes damai" dari kelompok tersebut.

"Sayangnya, pemerintah mulai melakukan agresi kejam terhadap pemrotes damai di jalan menuju bandar udara," kata Abdulsalam, sebagaimana dikutip Xinhua.

Polisi mulai membubarkan gerilyawan setelah mereka mendirikan tenda baru di luar gedung Kementerian Dalam Negeri, Telekomunikasi dan Listik dan menghalangi jalan menuju Bandar Udara Internasional Sanaa.

Gerilyawan Al-Houthi telah berkemah di Sanaa selama hampir tiga pekan, dan menuntut pembubaran pemerintah dan pemberlakuan kembali subsidi.

Dalam upaya menyelesaikan percekcokan antara pemerintah dan gerilyawan, Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi pada Selasa (2/9) mengeluarkan pengumuman bahwa ia akan mengganti pemerintah dan mengangkat seorang perdana menteri dalam waktu satu pekan.

Hadi juga mengurangi kenaikan harga bahan bakar sebesar 30 persen dalam upaya menenangkan pemrotes.

Namun kelompok Al-Houthi menolak gagasan Hadi, dan berkeras untuk melancarkan protes "damai" mereka.

Kelompok gerilyawan Al-Houthi melancarkan perlawanan selama enam tahun, yang berakhir pada 2010 --ketika kelompok tersebut menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintah Yaman.

Satu tahun kemudian, protes massal meletus di negeri itu, yang akhirnya memaksa Ali Abdullah Saleh --yang lama menjadi presiden-- untuk meletakkan jabatan.

Pemerintah yang sudah meletakkan jabatan, dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Basindawa diangkat pada Desember 2011 sejalan dengan gagasan Teluk, yang didukung PBB.

Kelompok gerilyawan Al-Houthi, yang memanfaatkan kevakuman keamanan sejak 2011, telah memperluas kendalinya atas berbagai provinsi di bagian utara negeri tersebut.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014