Bisa (menjadi Justice Collaborator) sepanjang dia mengakui kesalahannya, kemudian kooperatif, tapi ini "effort" ada di tersangka."
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana enggan mengungkapkan pemeriksaannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Politisi Partai Demokrat itu tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya tersebut dan terburu-buru memasuki mobil Toyota Alphard B-1957-SB warna hitam seusai diperiksa selama sekitar 10 jam oleh penyidik KPK.

"Penahanan adalah kewenangan penyidik," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin, saat ditanya mengenai penahanan Sutan yang diperiksa sebagai tersangka untuk kedua kalinya itu.

Namun Johan mengatakan bahwa dalam kasus ini masih tetap terbuka adanya tersangka baru.

"Kemungkinan (tersangka baru) itu ada sepanjang penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup. Salah satunya dari pengakuan Pak SBG (Sutan Bhatoegana) kalau dia kooperatif dan membuka itu. KPK bisa menelusuri informasi dari dia," ungkap Johan.

Artinya menurut Johan, Sutan bisa menjadi "Justice Collaborator".

"Bisa (menjadi Justice Collaborator) sepanjang dia mengakui kesalahannya, kemudian kooperatif, tapi ini "effort" ada di tersangka," tambah Johan.

Namun Johan mengakui bahwa posisi Sutan untuk mengungkap informasi lain dalam kasus ini sangat strategis.

"Saya kira (posisi Sutan) strategis karena sebagai ketua komisi," ungkap Johan.

Sutan diduga melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini yang telah divonis 7 tahun penjara.

Dalam sidang Rudi Rubiandini terungkap bahwa Rudi memberikan uang 200 ribu dolar AS melalui anggota Komisi VII Tri Julianto di toko buah di Jalan MT Haryono, uang itu menurut Rudi sebagai uang Tunjangan Hari Raya untuk anggota Komisi VII.

Padahal mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi mengaku memberikan tas berisi amplop-amplop uang total 140 ribu dolar AS yang ditujukan untuk pimpinan, anggota dan Sekretariat Komisi VII kepada staf khusus Sutan, Irianto. Irianto bahkan menandatangani tanda terima uang tersebut.

Namun baik Sutan maupun Tri Julianto membantah pengakuan Rudi tersebut. Sutan saat menjadi saksi pada 26 Februari 2014 mengakui bahwa pernah memiliki staf ahli bernama Irianto tapi dokumen yang dibawa Irianto dari Kementerian ESDM diberikan ke stafnya yang lain yaitu Iqbal, sayangnya Iqbal mengalami kecelakaan.

Sutan Bhatoegana juga disebut meminta salah satu perusahaan yaitu PT.Timas Suplindo dikawal untuk memenangkan dalam tender di SKK Migas dalam pengadaan konstruksi offshore di Chevron. Sutan tercatat pernah menjadi wakil direktur perusahaan tersebut pada 2003-2004. (D017)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014