Pelaporan harta kekayaan jaman SBY memang tidak diwajibkan karena tidak ada UU yang mengatur
Yogyakarta (ANTARA News) - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada mendorong Presiden RI Joko Widodo mewajibkan menterinya melaporkan harta kekayaan secara periodik.

"Meskipun (laporan kekayaan secara periodik) tidak diatur di dalam undang-undang, Jokowi bisa mewajibkan itu untuk menterinya," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril di Yogyakarta, Minggu.

Menurut Oce, Presiden Jokowi perlu terus-menerus memastikan menterinya tidak tersangkut kasus korupsi dengan mewajibkan palaporan harta kekayaan secara berkala setiap setahun sekali atau satu semester sekali.

"Sebab, tidak ada jaminan orang bebas korupsi," kata Oce.

Dalam pemberantasan korupsi, dia memandang perlu Jokowi memunculkan terobosan baru yang membedakan dengan yang dilakukan periode Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), antara lain dengan mewajibkan pelaporan kekayaan kalangan menteri.

"Pelaporan harta kekayaan jaman SBY memang tidak diwajibkan karena tidak ada UU yang mengatur," kata dia.

Pelaporan harta kekayaan dapat menjadi instrumen untuk mengetahui adanya indikasi penambahan harta kekayaan yang mencurigakan atau tidak.

Pelaporan tersebut, kata dia, selanjutnya perlu dipublikasikan kepada masyarakat luas sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas publik.

Meski demikian, menurut Oce, Jokowi juga perlu mendukung menterinya menghindari praktik korupsi dengan menjauhkan mereka dari berbagai sumber konflik kepentingan, misalnya dengan melarang rangkap jabatan pada kepengurusan partai politik maupun perusahaan atau sektor swasta lainnya.

"Mereka tidak boleh mengalami "conflict of interest", misalnya dalam penentuan kebijakan atau pengadaan projek tertentu," kata Oce Madril.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014