AsiaNet 58505

TOKYO, 4 November (ANTARA/Kyodo JBN-AsiaNet) --

Simposium mengenai penyakit kusta dan hak asasi manusia yang baru saja diadakan di Maroko merupakan kesempatan bagi Naima Azzouzi untuk berbicara di hadapan publik untuk pertama kalinya tentang penyakit yang sudah dideritanya sejak usia 9 tahun. Azzouzi adalah presiden sebuah asosiasi orang-orang dengan kusta di Maroko yang dibentuk awal tahun ini dengan tujuan untuk melawan stigma dan diskriminasi yang dihadapi olehnya dan orang-orang yang bernasib sama dengan dirinya.

"Saya ingin mengucapkan terima kasih bagi pihak yang menyelenggarakan event ini. Ini adalah pertama kalinya kami bisa menyampaikan perasaan kami," dia berkata di hadapan para pejabat pemerintah, para ahli hak asasi manusia, NGOs, dan orang-orang dengan kusta di Rabat pada 28 Oktober. "Kami ingin orang-orang tahu bahwa kami memiliki hak asasi manusia dasar."

Disponsori oleh Nippon Foundation, simposium ini merupakan yang keempat kalinya yang diadakan di berbagai belahan dunia yang bertujuan untuk menyebarluaskan Prinsip-Prinsip dan Garis Pedoman bagi Penghapusan Diskrimasi terhadap Orang-Orang dengan Kusta dan Anggota Keluarganya yang disokong oleh resolusi Majelis Umum PBB tahun 2010.

Meskipun penyakit kusta dapat disembuhkan sepenuhnya, stigma dan diskriminasi terhadap penyakit ini yang sudah mengakar sangat dalam tetap meluas. Bagi penderita penyakit ini, hal ini dapat berarti hidup secara terpinggirkan dalam masyarakat, di mana kesempatan untuk pendidikan, pekerjaan dan akses terhadap pelayanan publik menjadi sangat terbatas.

"Meskipun secara medis Anda telah dinyatakan sembuh, Anda tetap akan dianggap mengidap kusta selama masih ada stigma dan diskrimasi terhadap penyakit ini," Alem Galeta, seorang anggota dewan Asosiasi Nasional Ethiopia untuk Orang-Orang dengan Penyakit Kusta, menyatakan dalam pertemuan tersebut.

Simposium sebelumnya diadakan di Brazil, India dan Ethiopia. Pada simposium pertama yang diadakan Rio de Janeiro tahun 2012, sebuah Kelompok Kerja Internasional dibentuk untuk mengembangkan rencana untuk memastikan bahwa pemerintah menerapkan Prinsip-Prinsip dan Garis Pedoman tersebut.

Barbara Frey, direktur Pusat Hak Asasi Manusia Universitas Minnesota dan anggota kelompok kerja tersebut, menyatakan bahwa Prinsip-Prinsip dan Garis Pedoman yang dimaksud berakar dari Piagam PBB. "Komitmen global terhadap hak asasi manusia ini tidak akan bisa dicapai jika hak-hak suatu kelompok orang tertentu tidak sepenuhnya dihargai dan dilindungi."

Kelompok Kerja Internasional ini akan mengumumkan rekomendasinya pada simposium kelima dan terakhir yang akan diadakan di Jenewa, Swiss, pada bulan Juni 2015.

SUMBER: The Nippon Foundation

Kontak:
Natsuko Tominaga
Departemen Humas
The Nippon Foundation
+81-3-6229-5131
pr@ps.nippon-foundation.or.jp

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014