Kami mempunyai agama sendiri, yakni agama Kaharingan dengan Kitab Suci bernama Panaturan, tempat ibadahnya yaitu Balai Basarah. Dan kami bukan agama Hindu. Sedangkan agama Hindu Kitab Sucinya bernama Weda."
Palangka Raya (ANTARA News) - Ketua Umum Majelis Agama Kaharingan Republik Indonesia (MAKRI), Berlin meminta ketegasan dan kebijakan pemerintah pusat untuk memasukan kolom kartu tanda penduduk (KTP) agama Kaharingan yang ada di seluruh Indonesia.

"Selama ini di kolom KTP agama yang ada di seluruh Indonesia hanya agama Islam, Kristen, Khatolik, Buddha, Hindu dan Kong Hu Cu. Sedangkan kami bukan masuk agama Hindu melainkan agama sendiri yakni agama Kaharingan," kata Ketum MAKRI Berlin di Palangka Raya, Jumat.

Ia mengatakan, selama ini presepsi masyarakat Kalimantan Tengah hingga pemerintah pusat bahwa agama Kaharingan masuk menjadi satu bagian dengan agama Hindu yang disebut dengan agama Hindu Kaharingan.

"Kami mempunyai agama sendiri, yakni agama Kaharingan dengan Kitab Suci bernama Panaturan, tempat ibadahnya yaitu Balai Basarah. Dan kami bukan agama Hindu. Sedangkan agama Hindu Kitab Sucinya bernama Weda," tegasnya kepada wartawan.

Oleh sebab itulah, kolom agama yang ada di sistem pemerintah pusat hingga ke sistem Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Palangka Raya yang tersedia hanya kolom agama yang diakui pemerintah saja, sedangkan untuk kolom agama Kaharingan sendiri tidak ada.

Pihaknya menjelaskan, bahwa seluruh masyarakat agama Kaharingan yang ada di belahan nusantara pernah berulang kali meminta kepada pihak pemerintah pusat melalui Kementerian Agama pada masa era pemerintahan Presiden SBY untuk mengakui dalam kebebasan beragama di Indonesia bisa terealisasikan.

Namun hingga kini pemerintah selalu belum memberikan solusi dan penjelasan tegas tentang keberadaan agama Kaharingan di Indonesia.

"Selama ini kami merasa dipaksa dan dibohongi dengan pengakuan agama yang bukan kepercayaan kami. Sebab, di dalam kolom agama KTP kami harus dipaksakan masuk agama lain," ucap Berlin.

Ketua Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI), Suel mengungkapkan bahwa agama Kaharingan sudah ada sejak tahun 1894 di Kalimantan Tengah.

"Yang paling menyedihkan lagi apabila masyarakat Indonesia yang menganut agama Kaharingan tidak akan dianggap sebagai penduduk Indonesia. Dan harus memilih dari enam agama yang sudah diakui oleh pemerintah Indonesia," tegas Suel.

Pihaknya berharap, pemerintah pusat melalui Kementerian Agama bisa mengerti dan bijak atas kebebasan beragama bagi tiap warga negara Indonesia. Jangan sampai bersifat pemaksaan dan pembohongan dalam memeluk kepercayaan agama masing-masing.

"Kami juga warga negara Indonesia yang mempunyai hak sama dalam memilih agama dan keyakinan," katanya.

Sekedar diketahui, pada era Order Baru, Agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia hanya 5 yakni Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha.

Tetapi setelah era reformasi, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 6/2000, pemerintah mencabut larangan atas agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa. Keppres No.6/2000 yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid ini kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Republik Indonesia Nomor MA/12/2006 yang menyatakan bahwa pemerintah mengakui keberadaan agama Kong Hu Cu di Indonesia.

Pewarta: Ronny NT
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014