Paris (ANTARA News) - Operasi pencarian oleh polisi untuk menemukan dua tersangka utama penyerangan Charlie Hebdo diakhiri namun para tersangka belum tertangkap, kata BFMTV seperti dikutip kantor berita Xinhua.

Stasiun televisi berbahasa Prancis itu mengatakan seorang wartawannya menyaksikan kepergian kendaraan polisi.

Orang yang paling dicari oleh polisi Prancis --Cherif Kouachi (32)-- dan kakaknya, yang berusia 34 tahun, adalah tersangka utama pembunuhan 10 wartawan dan dua polisi di Paris pada Rabu pagi (7/1) di mingguan Charlie Hebdo. Serangan itu diduga berkaitan dengan penyiaran gambar yang menghina Nabi Muhammad SAW.

Menurut beberapa laporan, Cherif Kouachi sebelumnya pernah diadili dengan tuduhan melakukan aksi teror dan menjalani hukuman penjara selama 18 bulan.

Sejauh ini, tak ada keterangan yang disiarkan mengenai operasi pencarian tersebut di Aisne, demikian laporan Xinhua.

Sementara itu, ribuan orang berkumpul di alun-alun Paris untuk malam kedua guna mengenang ke-12 korban penembakan di mingguan Charlie Hebdo pada Rabu.

Dengan membawa lilin, memegang pulpen dan kertas yang bertuliskan "Saya Charlie", kerumunan orang tersebut berteriak, "Kami tidak takut." Mereka melawan ancaman teror dan membela kebebasan pers, kata beberapa laporan setempat.

Pada Kamis, seluruh negeri itu menyelenggarakan perkabungan. Mengheningkan cipta selama satu menit dilakukan di seluruh negeri tersebut.

Bel Notre Dame de Pris berdentang pada tengah hari. Layanan Meter berhenti selama 60 detik dan bendera berkibar setengah tiang selama tiga hari untuk mengenang mereka yang tewas dalam penembakan di Paris.

Dalam kejadian lain, seorang polwan berusia 20 tahun tewas pada Kamis pagi dalam penembakan di Montrouge, Paris Selatan.

Seorang pria bersenjata yang memakai rompi anti-peluru melepaskan tembakan ke arah wanita polisi tersebut dan seorang pegawai sipil yang sedang menangani kecelakaan lalu lintas.

Walaupun Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve selama taklimat pada Kamis mengatakan bahwa tak ada bukti yang dapat menunjukkan kaitan antara kedua peristiwa tersebut, semua itu tetap saja menimbulkan tanda-tanya mengenai kebijakan pemerintah dalam menanggapi ancaman dan memelihara keamanan negeri tersebut.

Sebelumnya kelompok fanatik Negara Islam mendesak pengikutnya agar melakukan serangan di Prancis sebagai tanggapan atas serangannya terhadap sasaran IS di Irak dan Suriah.

Serangan itu juga dikhawatirkan menyulut perasaan anti-Islam di negara tempat partai kanan-jauh dan anti-imigrasi, Front Nasional, memiliki pengaruh. Sebanyak lima juta Muslim tinggal di Prancis, masyarakat Muslim terbesar di Eropa.

Sementara itu Dewan Muslim Prancis menyeru semua imam di seluruh masjid di Prancis agar dengan sekeras mungkin mengutuk kekerasan dan aksi teror dari mana pun datangnya.

(Uu.C003)


Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015