Jakarta (ANTARA News) - Senin (9/2) pagi Jakarta lumpuh. Kota yang biasanya bising dengan hiruk pikuk kesibukan aktivitas warganya itu mendadak senyap.

Sebagian besar angkutan publik tidak dapat beroperasi akibat banjir, termasuk bus Transjakarta yang sudah menjadi moda transportasi andalan warga Jakarta.

Gara-gara banjir, pada Senin, lima koridor busway ditutup. Koridor 1 (Blok M-Kota), Koridor2 (Pulo Gadung-Harmoni), Koridor 8 (Terminal Lebak Bulus Harmoni), Koridor 10 (Cililitan-Tanjung Priok), dan Koridor 12 (Pluit-Tanjung Priok) akibatnya penumpang menumpuk di halte-halte.

Selain itu, KRL Commuter Line yang berangkat dari Depok atau Bogor menuju Jakarta Kota atau jalur lingkar Sudirman – Tanah Abang – Jatinegara, hanya dapat beroperasi sampai Stasiun Manggarai akibat genangan air yang sudah berada diatas permukaan rel di Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Tanah Abang dan Stsiun Tanah Abang – Sudirman.

Untuk kereta Bekasi – Jakarta Kota juga sama, hanya bisa beroperasi hingga Stasiun Manggarai. Sedangkan untuk KRL menuju Tanah Abang yang berangkat dari Maja, Parung Panjang, Serpong juga hanya dapat beroperasi sampai Stasiun Palmerah.

Angkutan umum lain seperti bus kota, angkot dan taxi pun tak mau ambil risiko melintas jalanan yang tergenangi air.

Sayup-sayup keluhan akibat banjir mulai terdengar di mana-mana, baik di media sosial maupun siaran televisi saat para pejabat dengan lantangnya saling tuding penyebab banjir.

Banjir Senin lalu tak hanya menimpa rumah-rumah warga yang tinggal di pojok-pojok bantaran kali, namun kantor Sang Gubernur yang berada di ring 1 pun terkepung air. Bahkan halaman depan Istana Merdeka pun sempat disambangi genangan.


Siapa yang salah?

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan Kali Abdul Muis meluap hingga menggenangi kawasan Jalan Medan Merdeka pada Senin (9/2), karena pompa air di Waduk Pluit tidak bekerja setelah PT PLN (Persero) mematikan aliran listrik di rumah pompa Waduk Pluit.

Ahok menyayangkan tindakan PLN yang mematikan aliran listrik di Waduk Pluit, sementara kawasan itu belum terendam banjir. Sedangkan dari 12 pompa di waduk hanya dapat beroperasi dua dengan genset.

Ahok pun bertemu Presiden Joko Widodo guna membahas masalah banjir. Ahok menyampaikan pada Presiden pompa di wilayah Utara memerlukan aliran listrik 24 jam agar bisa terus bekerja saat hujan. Menurutnya, jika pompa bekerja dengan baik, maka banjir tidak akan terjadi.


Kota tidak siap

Namun, beberapa berpendapat, banjir yang "di luar kewajaran" itu bukan hanya diakibatkan oleh tidak berfungsinya pompa, namun karena Jakarta memang tidak siap dengan antisipasi banjir yang diakibatkan tingginya intensitas hujan akibat drainase buruk dan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah Ibu Kota.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan hujan lebat dengan intensitas dan durasi tinggi diakibatkan "Cold Surge" atau Seruak Dingin dari Siberia yang bergerak ke bagian barat Jawa.

Massa udara dingin yang masuk ke wilayah Jawa bagian barat itu bertemu dengan angin yang bertiup dari timur lalu terjadi konvergensi sehingga terbentuk awan-awan hujan yang cukup massif.

Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas dan atau durasi yang tinggi.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang membidangi pembangunan, Mohammad Sanusi, menilai banjir yang menggenangi DKI Jakarta sejak Senin (9/2) akibat Pemda tidak siap menghadapi banjir akibat tingginya intensitas curah hujan.

"Kemarin kita banyak konsetrasi ke revitalisasi pinggiran sungai, bikin seat pail, lakukan penggusuran dan lain-lain. Saluran tersier kita sudah lebih rendah dari saluran penghubungnya sehingga butuh pompa. Itu yang kita tidak persiapkan," kata Sanusi.

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai banjir yang terjadi di DKI Jakarta menilai ada tiga hal yang menyebabkan banjir di Jakarta bisa separah hari Senin lalu.

Pertama, 13 sungai yang ada di Jakarta telah terdegradasi berupa penyempitan badan sungai dan pendangkalan. Kedua keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) masih sangat kecil yaitu pada kisaran 9,8 persen dari total luas DKI. Ketiga, terdapat situ dan hutan mangrove yang telah berubah fungsi.

Penyempitan badan sungai dan pendangkalan disebabkan oleh tumpukan sampah. Ketika sungai sudah mengalami sendimen tasi dan tersumbat oleh sampah maka daya alir sungai melambat. Sungai yang telah tersendimentasi tidak lagi mampu menampung asal air dari hulu dan dari daratan. Akibat ketidakmampuan ini, maka air melimpah.

Ditambah lagi, air dari daratan tak lagi mampu diserap tanah terbuka karena banyaknya permukaan tanah yang tertutup bangunan dan gedung. Air harusnya tertampung di situ-situ, namun nyatanya, banyak situ di Jakarta yang sudah beralih fungsi.

Sementara itu, pada wilayah hilir yang terdapat di pesisir pantai Jakarta Utara dan Barat, banjir terjadi karena muka tanah yang sudah turun ditambah lagi dengan terhambatnya laju air sungai oleh masuknya air laut. Masuknya air laut ke sungai akibat sabuk hijau (hutan mangrove) telah habis.


Kerugian banjir

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat sebanyak 89 daerah termasuk kategori rawan banjir tersebar di seluruh wilayah Jakarta.

Jakarta Utara merupakan wilayah yang paling rawan banjir, yakni tersebar di sebanyak 22 titik. Sementara itu, Jakarta Barat 20 titik, Jakarta Timur 19 titik, Jakarta Selatan 19 titik dan Jakarta Pusat sembilan titik.

Sementara itu, selama banjir Jakarta sejak tanggal 8 hingga 10 Februari 2015, total daerah yang terendam banjir adalah 323 RW, 88 kelurahan, 33 kecamatan.

Jumlah masyarakat yang terdampak langsung ada 16.387 KK (56.883 jiwa). Total jumlah pengungsi mencapai 14.628 jiwa di 134 lokasi pengungsian.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan jumlah itu akan terus bertambah karena belum semua data dilaporkan oleh petugas lapangan.

Kerugian akibat banjir, ditaksir sekitar Rp1 triliun. Jumlah tersebut merupakan hasil perkiraan dengan melihat dampak-dampak yang ditimbulkan banjir tersebut, di mana sejumlah aktivitas bisnis serta kegiatan masyarakat akhirnya terganggu.


Peduli Jakarta

Banjir yang terjadi sejak Senin lalu merupakan sebuah pengingat bagi warga Jakarta agar lebih peduli dan mencintai kota.

Kenyataan bahwa banjir bukan hanya terjadi karena luapan air sungai atau banjir rob, membuat warga merefleksi apa yang sudah dilakukannya untuk mengurangi dampak banjir.

Puteri Indonesia Lingkungan dan Pariwisata 2014, Estelita Liana, berpendapat mengatasi banjir harus dimulai dari diri sendiri.

Sampai sekarang, menurut dia, masih ada orang yang tidak menunjukkan kepeduliannya pada lingkungan, seperti membuang tisu begitu saja melalui jendela mobil. Padahal meski kecil, sampah yang menumpuk akan menjadi hal yang besar seperti banjir.

Sementara itu, Aktor sekaligus model Mischa Chandrawinata menilai membangun kesadaran kolektif masyarakat dalam merawat kota dan menjaga kebersihan sangat diperlukan untuk menanggulangi banjir di Jakarta.

"Kalau semua daerah begini, lama-lama bisa terendam. Saluran pembuangan bermasalah. Lebih baik kita balikkan ke diri sendiri untuk menjaga kebersihan dan merawat kota. jakarta kan tempat tujuan wisata juga, kalau jalanan bersih kita juga yang bangga," katanya.

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015