KPK bisa `unjuk gigi` melawan parpol-parpol besar dengan membongkar kasus `dana siluman` di DKI Jakarta. Di tengah keraguan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi di bawah kepemimpinan Taufiqurrahman Ruki,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, kasus "dana siluman" APBD DKI Jakarta yang dilaporkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama merupakan peluang bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk "unjuk gigi".

"KPK bisa unjuk gigi melawan parpol-parpol besar dengan membongkar kasus dana siluman di DKI Jakarta. Di tengah keraguan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi di bawah kepemimpinan Taufiqurrahman Ruki," kata Ray Rangkuti kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Tanggapan ini disampaikan Ray terkait pernyataaan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang mendengar wacana bahwa kasus "dana siluman" akan dilimpahkan KPK ke kejaksaan.

"Dana siluman itu melibatkan semua parpol. Walau Nasdem kemarin menarik diri, tapi bisa dibayangkan, KPK akan berhubungan lagi dengan partai-partai besar. Jika benar dilimpahkan kasusnya, maka sikap Ruki dan pimpinan KPK lainnya menunjukkan KPK takut dengan kekuatan itu," kata Ray.

Dia menekankan bahwa Ahok membutuhkan KPK untuk memproses cepat kasus "dana siluman" karena proses hak angket juga sedang berlangsung.

Sebelumnya, KPK telah memutuskan melimpahkan kasus Budi Gunawan ke kejaksaan dengan alasan ingin fokus pada sejumlah kasus lain yang sedang ditangani. Menurut Ray hal ini telah menimbulkan pertanyaan publik.

"Apakah maksudnya KPK tak ingin membuka kasus-kasus baru. Ini juga memberi kesan jika pelimpahan yang dilakukan KPK itu mengesankan KPK saat ini tengah menghindar dari penyelidikan kasus-kasus besar, terutama yang berhubungan dengan partai politik," kata Ray.

Saat ini polemik antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD DKI Jakarta masih berlangsung. Polemik ini bermula dari pengajuan anggaran APBD melalui e-budgeting yang dilayangkan Ahok ke Kemendagri tanpa adanya tanda tangan persetujuan DPRD DKI Jakarta.

DPRD menilai pengajuan anggaran e-budgeting itu bak surat bodong. DPRD DKI Jakarta kemudian menggunakan hak angket terkait keputusan Ahok itu.

Ahok sendiri menekankan e-budgeting bisa diajukan tanpa tanda tangan DPRD DKI Jakarta. Ahok juga menyatakan sengaja tidak meminta persetujuan dana APBD agar "dana siluman" pengadaan alat UPS senilai Rp12,1 triliun yang telah dicoretnya tidak muncul lagi.

Saat ini Ahok telah melaporkan dugaan "dana siluman" tersebut ke KPK.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015