Ambon (ANTARA News) - Sedikitnya 12 ABK (anak buah kapal) asal Myanmar yang bekerja untuk PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) telah melapor ke Pos Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Dobo, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru, untuk dipulangkan ke negara asal mereka.

"Mereka melaporkan diri setelah mendengar kabar ratusan rekannya sesama ABK yang juga bekerja untuk PBR telah dievakuasi ke Tual untuk proses pemulangan ke negara asal," kata Kepala Stasiun PSDKP Tual Mukhtar A.Pi, saat dihubungi melalui telepon genggamnya di Tual, Senin.

Menurut dia, informasi dari Pos PSDKP Dobo menyatakan masih ada 18 ABK asal Myanmar yang masih berada di Pulau Benjina dan juga ingin pulang ke negara mereka.

"Rencananya besok mereka sudah dibawa ke Dobo," kata Mukhtar.

Ia menyatakan perintah untuk mengevakuasi 30 ABK asal Myanmar itu dikeluarkan oleh Direktur Jenderal PSDKP Asep Burhanudin, yang memimpin tim investigasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Benjina, menyusul laporan investigasi Associated Press tentang dugaan perbudakan ABK Asing oleh PBR di Kepulauan Aru.

Dalam laporannya, Associated Press menyatakan ada penjara dan kuburan massal di Pulau Benjina yang diduga berisi jenasah ABK asing yang meninggal dunia di sana.

Tim investigasi dari KKP, kata Mukhtar, dalam penelusuran selama dua hari telah menemukan bukti-bukti yang mengindikasikan kebenaran pemberitaan media asing tersebut.

"Ditambah lagi ada pengakuan dari sejumlah ABK yang mengaku mengalami tindakan kekerasan dan kerja paksa oleh para tekong di kapal-kapal ikan milik PBR," kata Mukhtar.

Evakuasi 30 ABK asal Myanmar dari Dobo ke Tual akan dilakukan PSDKP Tual dengan menggunakan dua kapal pengawas dan dibantu kapal TNI Angkatan Laut.

Sebelumnya, PSDKP Tual dibantu TNI AL pada Jumat (3/4) telah mengevakuasi 319 ABK Asing asal Myanmar, Laos dan Kamboja dari Benjina ke Tual.

Para ABK itu ditampung di Pelabuhan Perikanan Tual, menanti proses pemulangan mereka ke negara masing-masing.

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015