Jakarta (ANTARA News) - Lima orang pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi menjaminkan diri agar penyidik KPK Novel Baswedan tidak ditahan setelah penyidik Bareskrim Polri menangkapnya Jumat dinihari tadi.

"Berkaitan dengan itu tadi diputuskan pimpinan KPK akan menjaminkan dirinya, kami berlima, apabila nanti Novel Baswedan dilakukan penahanan oleh pihak Bareskrim karena kami menanggap upaya penahanan itu tidak diperlukan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi dalam konferensi pers bersama Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Novel ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading pada Jumat sekitar pukul 00.00 WIB terkait dugaan penganiayaan saat Novel masih bertugas di Polda Bengkulu pada 2004.

"Karena alasan kekhawatiran untuk penahanan, menurut pimpinan KPK tidak diperlukan, misalnya melarikan diri, menghilangkan barang bukti itu tidak diperlukan. Ini adalah peristiwa 10-11 tahun lalu, mengulangi perbuatan yang sama juga tidak mungkin dilakukan karena peristiwa 11 tahun lalu," tambah Johan.

Surat tersebut menurut Johan sudah dibuat pagi ini.

"Surat sudah dibuat dan ditandatangai mewakili 5 pimpinan KPK yang meminta hubungan Polri dan KPK untuk tidak dilakukan penahanan," jelas Johan.

Johan mengaku bahwa KPK tetap mengakui kewenangan Polri untuk melakukan tugas sebagai penengak hukum.

"Sebelumnya kami juga sudah mengkonfirmasi ke banyak pihak termasuk ke pihak Polri," tambah Johan.

Dalam surat itu, menurut Indriyanto, hanya meminta penangguhan penahanan dan bukan permintaan agar dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Ini hanya surat permohonan penangguhan penahanan an sich itu saja. Belum memikirkan SP3 karena kami juga tidak tahu apakah surat penangguhan penahanan ini dikabulkan atau tidak," kata Indriyanto.

Namun bila surat itu tidak dikabulkan, Indriyanto mengaku masih punya cara lain.

"Kalau tidak dikabulkan, ada alternatif lain yang dilakukan pimpinan. Kalau pun masih tidak bisa juga maka saya sudah commit untuk mundur karena saya bekerja di lembaga yang saya anggap punya integritas dan karismatik, jadi percuma mendapatkan mandat dari negara, jadi lebih baik saya kembalikan ke negara dengan hormat," jelas Indriyanto.

Dalam surat penangkapan, disebutkan bahwa Novel diduga keras melakukan tindak pidana pengainayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.

Surat tertanggal 24 April 2015 itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum selaku penyidik Brigadir Jenderal Herry Prastowo.

Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004.

Pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.

Novel yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pada 5 Oktober 2012 lalu, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.

Namun pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015