Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan tidak didampingi pengacara saat diterbangkan ke Bengkulu oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) untuk melakukan rekonstruksi kasus dugaan penganiayaan berat, kata pengacara Novel, Muji Kartika Rahayu.

"Terlepas rekonstruksi malam ini atau besok, pengacara tidak pernah diajak dan dilibatkan. Sekarang tidak ada yang mendampingi Pak Novel," kata Muji Kartika Rahayu di Gedung KPK Jakarta, Jumat.

Novel ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading pada Jumat sekitar pukul 00.30 WIB. Penyidik Bareskrim Polri kemudian membawa Novel ke Bengkulu pada sekitar pukul 16.00 WIB untuk dilakukan rekonstruksi di Bengkulu.

"Kita dapat info berbeda dari penyidik yang mengatakan bahwa kita diundang rekonstruksi besok pukul 09.00 WIB. Kita memikirkan bagaimana cara mendapatkan tiket supaya berangkat dan memastikan pukul 09.00 WIB sampai di sana. Namun sebenarnya, kami sama-sama belum tahu yang mana yang benar, apakah rekonstruksi diadakan malam ini atau besok," tambah Muji.

Sehingga Muji membantah pernyataan yang mengatakan bahwa pengacara sudah diajak dan ada lima "seat" berlebih, namun pengacara tidak bisa memenuhi sehingga disebut pengacara tidak kooperatif.

"Itu tidak benar. Sejak pukul 16.00, teman-teman (pengacara) masih menemani di Mako Brimob dan tidak ada rencana rekonstruksi ke Bengkulu apalagi mengundang pengacara ke sana," tegas Muji.

Ia bahkan mengungkapkan bahwa akses pengacara untuk menemui Novel sulit, termasuk saat Novel dipindahkan pemeriksaannya ke Mako Brimob dan bahkan harus bertengkar dengan aparat di sana.

Pengacara Novel lainnya, Nurkholis Hidayat mempertanyakan relevasi pelaksanaan rekonstruksi.

"Kami mempertanyakan relevansi rekonstruksi. Rekonstruksi tidak sah karena dalam status Novel sebagai tersangka, belum dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan). BAP yang ada tadi pagi saat Novel tidak didampingi pengacara dan tidak substansial. Hanya penolakan. Rekonstruksi ini mau merekonstruksi keterangan siapa?" kata Nurcholis.

Sedangkan bila rekonstruksi didasari keterangan saksi lain, maka Novel memiliki hak untuk menolak.

"Dari setiap apapun segmen fragmen rekonstruksi yang dilakukan, Novel punya hak membantah dan menolak dan menuangkannya dalam berita acara rekonstruksi karena pada dasarnya rekonstruksi adalah mencocokkan peristiwa," tegas Nurcholis.

Menurut keterangan yang dihimpun, rekonstruksi tidak jadi dilakukan malam ini tapi dilaksanakan besok. Novel menolak dilakukan rekonstruksi karena tidak didampingi pengacara.

Dalam perkara ini, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.

Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004.

Pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.

Novel yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pada 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.

Namun Pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di Majelis Kehormatan Etik dengan hukuman mendapat teguran keras.

Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015