Yangon (ANTARA News) - Jenderal Myanmar Ming Aung Hilang menuduh sebagian manusia perahu, yang berlabuh di Malaysia dan Indonesia pada bulan ini, berbohong dengan berpura-pura menjadi warga Rohingya untuk mendapatkan pertolongan dari masyarakat dunia.

Surat kabar "Global New Light of Myanmar" melaporkan Jenderal Ming mengatakan bahwa "sebagian besar korban hanya mengaku warga Rohingya dari Myanmar agar mendapatkan pertolongan dari badan pengungsi PBB (UNHCR)".

"Jenderal Ming menekankan perlunya mendahulukan penyelidikan mengenai asal negara manusia perahu itu daripada menuding suatu negara," kata surat kabar tersebut seperti dikutip Reuters.

Pada saat bersamaan, angkatan laut Myanmar pada Jumat menyatakan menemukan perahu berisi 200 warga Bangladesh.

"Saat berpatroli di perairan Myanmar pada Kamis, angkatan laut menemukan sebuah perahu berisi 200 warga Bangladesh dan sebuah kapal kosong lain di laut dekat kota kecil Maungdaw," kata juru bicara pemerintah Myanmar, Ye Htut, di Facebook resminya.

Pernyataan Jenderal Ming dan penemuan kapal berisi warga Bangladesh tersebut diperkirakan akan memunculkan reaksi keras dari masyarakat internasional.

Sebelumnya Amerika Serikat sudah mengecam Myanmar karena tidak bersedia menyelesaikan akar krisis imigran kawasan Asia Tenggara.

Menurut sejumlah pihak, akar krisis tersebut adalah penolak Myanmar untuk mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara.

Sebanyak 1,1 juta warga Rohingya di Myanmar saat ini merupakan manusia tanpa negara dan harus bertahan dalam kondisi yang mirip dengan era apartheid Afrika Selatan.

Pada 2012, hampir 120.000 warga dari kelompok itu terpaksa meninggalkan rumah setelah mendapat serangan dari ekstrimis Buddha di negara bagian Rakhine.

Diskriminasi yang dialami di rumah sendiri tersebut itulah yang ditengarai membuat komunitas Muslim Rohingya rela mempertaruhkan nyawa untuk menyebrang ke negeri orang melalui laut dengan perahu seadanya.

Myanmar membantah telah mendiskriminasi Muslim Rohingya dan bersikeras bahwa negaranya bukan merupakan akar krisis imigran Asia Tenggara.

(Uu.G005/A/B002)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015