Mau yang lebih bagus dari ini mas, mari saya antarkan ke lokasi B30, naik sedikit lagi."
"Duduknya mepet ke depan mas, biar seimbang dan tidak jatuh nanti," kata tukang ojek berjaket corak tentara, sarung di leher, lengkap dengan kupluk khas masyarakat gunung yang menutup kedua telinga.

Pria pengojek yang mengendarai RX King yang sudah dimodifikasi dengan roda lebih besar tersebut adalah Sarno. Sarannya untuk duduk mepet ke depan kepada penumpang tidak sekadar basa-basi.

Benar saja, lokasi menuju "Negeri di Atas Awan" atau puncak Gunung Bromo (B29), Lumajang, Jawa Timur tidak bisa ditempuh dengan mobil pribadi atau pun Jeep khusus off road.

Jalan sempit selebar hanya satu meter menjadi akses utama menuju puncak. Itu pun termasuk jalur dua arah untuk naik dan turun.

"Mas pegangan pundak saya saja, semua perlengkapan yang mudah jatuh harap disimpan, kalau saya bilang nunduk tolong ikuti ya!" perintah Sarno seakan memberi tahu gambaran terjalnya medan.

Baru berjalan sekitar 20 meter dari parkiran ojek, jalan diagonal tajam sudah menanti dengan kelokan hampir 45 derajat menuju atas.

Layaknya jalan spiral menuju ke atas, semakin jauh lebar jalan bertambah sempit. Tantangan lebihnya adalah medan terjal yang beralas tanah liat mudah terurai oleh gesekan ban sepeda motor, dengan tepi sebelah luarnya adalah hamparan jurang yang tak terlihat dasarnya karena tertutup awan.

Dengan suhu sekitar 20 derajat Celcius, tanjakan demi tanjakan dilewati bersama pengojek Sarno layaknya pebalap cross country profesional.

Menjelang tengah puncak, pandangan terbatas hanya sekitar 10 meter ke depan karena awan dan embun bercampur menjadi satu, sulit untuk memantau kejauhan.

Tidak salah saran pengojek Sarno untuk merunduk."Awas nunduk mas!" katanya. Sepersekian detik kemudian banyak ilalang yang melintang menghalangi jalan tepat setinggi muka orang dewasa.

Berjalan zig zag menjadi strategi Sarno guna mendapatkan kecepatan stabil di tengah medan yang hampir mengarah pada sudut vertikal ketika di tikungan tajam.

Sudah sekitar lima belas menit perjalanan, puncak belum juga terlihat. Sarno menjelaskan bahwa jaraknya lebih dari 6 kilometer dari titik batas mobil.

Gundukan demi gundukan tanah, kelokan-kelokan tajam, serta adrenalin yang terpompa cepat karena hanya berjarak 20 Cm dari tepi jurang sepanjang perjalanan terbayarkan ketika melihat ujung jalan yang terlihat horisontal, memasuki Desa Argosari, yang disebut Puncak B29.

Puncak B29
Terletak di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang terdapat suatu "Negeri di Atas Awan", dan itu semua benar bukan hanya dongeng.

Setelah di tengah jalan pandangan sangat terbatas tertutup kabut, di B29 semuanya cerah dan sejuk. Ternyata yang menutupi pandangan selama perjalanan adalah awan, dan ketika sudah menembus batas awan maka pemandangan akan cerah dan indah.

Sejarah nama B29 karena lokasi tersebut terletak pada ketinggian 2.900 Mdpl (2.900 meter di atas permukaan laut), serta masih menjadi bagian dari Gunung Bromo.

B29 lebih tinggi dari Gunung Bromo, karena Bromo berada di ketinggian 2.392 Mdpl. Hamparan teras Bromo terlihat jelas dari atas B29.

Terjawab sudah alasan disebut "Negeri di Atas Awan" oleh para wisatawan. Sejauh mata memandang di segala penjuru mata angin, terdapat karpet kapas di bawah bukit yang bergelombang memutus batasan pandangan antara daratan pegunungan dengan birunya angkasa.

Di B29, awan Kumolonimbus berada hampir sejajar dengan titik pandang pengunjung. Bahkan lebih sering di bawahnya karena geografis Bromo yang dikepung bukit-bukit tinggi.

Tidak cukup dengan pemandangan indah tersebut, pengojek Sarno kemudian menawari lagi suatu perjalanan.

"Mau yang lebih bagus dari ini mas, mari saya antarkan ke lokasi B30, naik sedikit lagi," ujarnya.

Puncak B30
Setelah menempuh lagi perjalanan sekitar 15 menit, sampailah pada Bukit Tersembunyi B30.

Karena posisinya lebih tinggi dari B29, panorama pemandangan lebih jelas. Dari titik ini dapat terlihat dengan mata telanjang gunung-gunung gagah tinggi menjulang menembus awan.

Gunung Bromo akan terlihat di sebelah barat kaki bukit, lengkap dengan hamparan "Segoro Pasir" nya, selain itu jejak jalan yang terbentuk, terlihat seperti urat-urat nadi yang mengelilingi kawah Bromo dengan memusat pada porosnya.

Sementara Gunung Lemongan terlihat di sisi utara lepas pandang, dengan ujungnya tampak merembet mengintip di celah awan.

Selain itu nampak juga Gunung Argopuro dan Ijen di sebelah Timur B30.

Primadona dari pemandangan ini, selain Lukisan Alam Gunung Bromo adalah Mahameru, puncak Gunung Semeru yang sesekali masih memperlihatkan batuk asapnya dari kejauhan.

Di sisi sebelah Tenggara, Mahameru menjulang menembus awan memenuhi titik fokus mata, karena selain puncaknya, hanya awan yang terlihat membentang di leher Mahameru.

Memburu Senja
Waktu terbaik menikmati pemandangan B30 adalah ketika menjelang sore hari. Karena, pertama pemandangan akan terlihat jelas sebelum matahari mulai tenggelam.

Kedua, terik matahari siang membuat cuaca di atas puncak tidak terlalu dingin. Ketiga, perjalanan yang terjal akan lebih mudah ditempuh bila keadaan terang.

Keempat, pertunjukan besar akan tersaji di akhir waktu, yaitu ketika matahari beranjak mulai tenggelam.

Pada mulanya akan terlihat sinar matahari menembus melalui celah-celah awan yang bebaris di atas gunung-gunung.

Barisan bukit yang berdiri rapi membuat horisontal pemandangan membentuk cakrawala tepat sejajar dengan mata memandang.

Warna sinar kekuningan akan terasa gradasinya apabila dilihat sejak pukul 17.00 WIB. Di sinilah waktu terbaik menikmati pertemuan antara siang dan malam yang lazim disebut, senja.

Biaya rata-rata untuk menuju B29 adalah sebesar Rp60.000 untuk menyewa jasa ojek pulang-pergi. Biaya tambahan akan dikenakan jika melanjutkan ke titik B30.

Dibutuhkan kemampuan menawar karena tidak ada patokan harga standar di kawasan ini, namun menurut warga sekitar, bila tidak pada masa libur panjang, biasa pengunjung akan dipatok sebesar Rp25.000 sebagai biaya tambahan.

Pada titik B29 akan ada beberapa warung yang menjual kopi dan mi instan seduh cepat saji.

Jika beruntung, di atas puncak B30 akan bisa menemukan buah "Glunggung Kebo" sebutan warga sekitar untuk jenis berry merah.

Rasanya asam manis seperti strawberry namun kecil-kecil seperti mata faset pada belalang. Manfaatnya dipercaya bisa memperlancar pencernaan.

Buah ini terdapat di semak-semak dan hanya tumbuh di daerah gersang namun dingin minim oksigen seperti edelweis. 

Oleh Afut Syafril
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015