... merayu pekerja asal Jawa susah, walaupun sudah dikasih tahu gajinya sekian-sekian tetap tidak mau, dan itu sudah dari dulu...
Jakarta (ANTARA News) - Ruminah, pemilik Yayasan Ibu Gito,  penyalur jasa pekerja infal, mengaku para pengguna jasa infal lebih menyukai pekerja infal asal Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dia tidak mengungkap alasan kecenderungan para kliennya, namun permintaan yang tinggi akan pekerja infal asal Jawa Tengah dan Jawa Timur itu justru tidak diimbangi jumlah pekerja infal asal Jawa itu sendiri. Para pekerja di sektor domestik ini alias pembantu rumah tangga, jamak disebut dengan kata mbak (saja) atau mbak-mbak

"Konsumen banyak yang minta pekerja asal Jawa, tapi pekerja asal Jawa malah sedikit," kata dia, di Kantor Yayasan Ibu Gito, di Cipete, Jakarta Selatan, Rabu. Kantornya berada di sekitar kompleks perumahan Kori Mutiara, dan dia sudah punya banyak pelanggan rutin. 

Hal senada juga disampaikan salah satu pekerja infal yang berada di Yayasan Ibu Gito. "Kebanyakan majikan carinya dari Jawa," celetuk Aan, pekerja infal asal Bandung.

Ruminah mengatakan, besarnya gaji pekerja infal tidak menggoda para pekerja asal Jawa untuk bekerja saat lebaran. Ruminah mengaku kesulitan untuk "merayu" pekerja asal Jawa.

"Kalau merayu pekerja asal Jawa susah, walaupun sudah dikasih tahu gajinya sekian-sekian tetap tidak mau, dan itu sudah dari dulu, ada juga cuma melengkapi saja 1-2 orang," ujar dia.

"Jadi kalau ada konsumen yang mau pekerja asal Jawa untuk infal, ya kami bilang tidak ada," sambung dia.

Hal tersebut, menurut Ruminah, dikarenakan tradisi pekerja asal Jawa untuk berkumpul saat Lebaran, selain tingkat pendidikan. Ada pepatah Jawa yang mungkin masih berlaku, mangan ora mangan sing penting ngumpul (makan tidak makan, yang penting berkumpul). 

"Kalau yang dari daerah terpencil mungkin lebaran bukan yang ngumpul banget, kalau asal Jawa kan ibaratnya 'ada enggak ada yang penting ngumpul'," ujar Ruminah.

"Sekarang pekerja asal Jawa jarang mungkin karena orang Jawa sudah bisa mendidik anak-anaknya sampai bangku sekolah yang tinggi," kata dia.

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015