Jakarta (ANTARA News) - Padi jenis baru telah dimodifikasi secara genetis sehingga mampu mengurangi dampak pertanian terhadap iklim secara signifikan.

Tanaman tersebut dilengkapi DNA dari jelai yang mengeluarkan setidaknya satu persen metana--gas efek rumah kaca yang sangat kuat--dibanding varietas konvensional, yang juga memproduksi lebih banyak beras.

Situs sciencemag.org melansir bahwa para ahli menyatakan pendekatan tersebut memiliki potensi besar meningkatkan keberlanjutan makanan pokok, namun hal itu masih membutuhkan riset lebih dalam untuk mengecek apakah beras tersebut juga bekerja paik pada jenis padi dan ladang.

"Hasilnya luar biasa," kata Timothy Searchinger, kata peneliti iklim dan agrikultur di Universitas Princeton University.

Metana telah menyebabkan sekitar 20 persen pemanasan global sejak revolusi industri. Sumber antropogenik (sumber pencemaran tidak alami yang disebabkan oleh manusia) terbesar metana adalah berasal dari agrikultur. Utamanya dari isi perut dan kotoran hewan ternak dan padi.

Mengapa padi? Hampir semua tanaman pangan itu ditanam pada tanah yang berair banyak, yang kurang oksigen dan merupakan rumah ideal bagi mikroba penghasil metana.

Antara 80 persen hingga 90 pereen metana yang dikeluarkan di sawah, diproduksi oleh mikroba yang hidup pada akar tanaman, beberapa dari gas metana itu larut di dalam air dan menghasilkan buih ke atas, tapi sebagian besar diserap bersamaan dengan air oleh akar tanaman itu, lalu naik ke atas batang dan daun lalu lepas ke atmosfer.

Sudah ada sebuah cara yang dapat memangkas emisi metana dari padi secara signifikan. Caranya, dengan mengeringkan sawah selama beberapa saat guna menambah oksigen pada tanah dan mematikan mikroba penghasil metana. Jika hal itu dilakukan, maka keuntungan lain akan didapat.

Para petani di Tiongkok telah melakukan hal itu karena dapat meningkatkan hasil panen dan di California serta di mana-mana, pengeringan sawah mampu membantu menghemat penggunaan air.

Namun manajemen air jenis ini tidaklah mudah, khususnya di tempat-tempat di mana sawah tak dapat dikeringkan secara merata atau di mana hujan banyak turun, dan jika dilakukan dengan salah maka bisa-bisa merusak hasil panen nantinya.

"Akan jauh lebih mudah mengganti benih saja," kata Searchinger.

Oleh karena itu, munculah keinginan untuk membuat beras jenis baru. Pada tahun 2002, para ilmuwan menemukan tanaman padi dengan lebih banyak bulir juga menghasilkan metana lebih sedikit.

Alasannya, karbon yang terkunci sebagai zat tepung pada bulir padi (dan jaringan lain, kecuali akar) tidak tersedia bagi mikroba di tanah.

Padi dan tanaman lain, normalnya mengeluarkan gula yang kaya karbon dan senyawa lain melalui akarnya, berkontribusi pada ekosistem tanah. Apalagi, mikroba dapat menggunakan karbon tersebut saat akarnya membusuk.

Padi jenis baru itu ditemukan oleh kelompok peneliti dipimpin Chuanxin Sun, ahli bio kimia tanaman dari Universitas Swedia Ilmu Pengetahuan Agrikultur, Uppsala. Apa yang membuat DNA dari jelai berhasil? Di tahun 2003, Sun dan rekan-rekannya menemukan apa yang disebut faktor transkripsi yang menghidupkan gen yang terlibat dalam pembuatan zat tepung.

Mereka menempelkan bagian DNA lain yang disebut sebuah penyelenggara, yang akan memastikan zat tepung diproduksi sebagian besar di dalam benih.

Kemudian, mereka memasukan kombinasi tersebut ke dalam salah satu jenis padi terbanyak; Japonica.

Persis seperti yang diharapkan, isi zat tepung lebih banyak dihasilkan oleh benih padi yang telah dimodifikasi, menambah berat kering benih menjadi 86,9 persen, dibanding varietas konensional yang beratnya 76,7 persen. Demikian dilaporkan dalam Nature online. Sementara untuk gas metana, tes genetika menunjukkan bahwa mikroba penghasil metana yang hidup di akar padi dengan DNA yang modifikasi jauh lebih sedikit dibanding padi konvensional.

Pengukuran di rumag kaca da di sepetak kecil sawah mengonfirmasi bahwa tanaman yang dimodifikasi mengeluarkan 0,3 persen hingga 10 persen metana, tergantung musim.

Gas metana paling banyak berkurang saat musim panas, yang bisa menjadikan padi sebagai alat pengurangan emisi yang lebih berguna seiring dengan semakin memanasnya planet Bumi, kata Sun.

"Pengurangan ini sangatlah besar," kata Bruce Linquist, seorang ahli ilmu tanah dari Universitas California, Davis, namun dia memperkirakan praktiknya tak akan sebesar itu.

Padi yang dimodifikasi dapat meningkatkan ketahanan pangan. Sebuah pengukuran atas hasil panen, berat bulir padi kering meningkat tajam dari 16 gram per tanaman menjadi 24 gram pada varietas transgenetika, peningkatan luar biasa.

"Saya terkesan," kata Sun. Namun dia dan peneliti lainnya mencatat bahwa lebih banyak pekerjaan perlu dilakukan untuk melihat apakah varietas bisa tahan di percobaan sawah yang sebenarnya.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015