Singapura (ANTARA News) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Kamis, karena para dealer mencerna laporan energi AS bervariasi yang menunjukkan penurunan dalam persediaan minyak mentah, tetapi nyaris tanpa penurunan dalam produksi meskipun harga merosot.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik 87 sen menjadi 39,47 dolar AS per barel, sementara minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober bertambah 1,01 dolar AS menjadi 44,15 dolar AS dalam perdagangan sore.

Departemen Energi AS (DoE) mengatakan Rabu bahwa pasokan minyak mentah AS secara tak terduga turun 5,5 juta barel untuk pekan yang berakhir 21 Agustus, menunjukkan permintaan membaik.

Namun, produksi minyak mentah AS sedikit menyusut 11.000 barel per hari dalam periode yang sama, mempertahankan tingkat produksi di atas 9,3 juta barel dan tidak jauh dari tingkat produksi tertinggi dalam beberapa dekade.

Indikator "bearish" lainnya, pasokan bensin naik 1,7 juta

barel, menambah kekhawatiran membanjirnya persediaan energi global.

Meskipun terjadi kenaikan di perdagangan Asia, United Overseas Bank Singapura mengatakan laporan bervariasi memperparah "sentimen negatif setelah ekuitas seluruh dunia jatuh yang membantu menyeret harga bahan bakar ke tingkat terendah dalam enam setengah tahun".

Harga minyak mencapai tingkat terendah sejak awal 2009 pada Senin lalu, akibat kekhawatiran pelambatan ekonomi Tiongkok akan menghambat permintaan untuk komoditas-komoditas yang telah membantu

mendorong pertumbuhan selama tiga dekade terakhir.

Devaluasi yuan dua pekan lalu terutama memicu ketakutan ekonomi itu akan menyulut kemunduran, yang juga melihat kerugian besar di sebagian besar pasar komoditas dan ekuitas global.

Capital Economics yang berbasis di London memprediksi "rebound" di pasar-pasar komoditas, mengatakan bahwa "banyak berita buruk sudah tercermin dalam harga di pasar sebelum aksi jual terbaru".

"Kami pikir harga komoditas sekarang akan mengalami stabilisasi dan bahkan mungkin sedikit lebih tinggi dan kami tidak setuju dengan skenario kiamat bagi perekonomian Tiongkok saat ini," katanya.
(A026/B012)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015