Yogyakarta (ANTARA News) - Kelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta membuat dan mengembangkan visiovein yang memudahkan petugas medis menemukan pembuluh darah vena secara cepat saat memeriksa pasien.

"Visiovein merupakan alat atau sistem yang mampu menemukan jalur pembuluh vena pada tubuh pasien secara cepat," kata koordinator kelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yasmin Noor Afifah di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, hampir 90 persen pasien yang dirawat di rumah sakit akan mendapatkan prosedur akses vaskular. Di Indonesia, prosedur untuk mengakses pembuluh vena masih dilakukan dengan metode konvensional, yakni mencari jalur pembuluh darah dengan melihat dan meraba tangan pasien.

Padahal, kata dia, pada beberapa orang memiliki vena yang sulit untuk ditemukan atau sangat rapuh. Pada sebagian pasien pembuluh venanya berada di tempat yang tidak bisa dilihat dengan penglihatan biasa atau berada di tempat yang tidak bisa ditembus gelombang cahaya.

Ia mengatakan fenomena itu menyulitkan tenaga medis dalam menemukan pembuluh vena pasien. Tidak jarang prosedur akses pembuluh vena seperti memasukkan cairan infus harus dilakukan berkali-kali karena belum menemukan jalur pembuluh vena sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan sakit pada pasien, bahkan trauma fisik maupun psikologis.

"Kondisi itu yang mendorong kami membuat dan mengembangkan alat yang dapat membantu petugas medis dalam menjalankan prosedur akses vaskular dengan lebih mudah, efisien, dan aman," katanya.

Menurut dia, visiovein terdiri atas tiga bagian utama yakni rangkaian led inframerah, kamera inframerah, dan laptop.

Rangkaian led inframerah berfungsi untuk memancarkan cahaya inframerah pada tubuh pasien. Kamera inframerah untuk menangkap dan mengolah citra digital gambaran jalur pembuluh vena pada tubuh pasien.

"Laptop sebagai unit pemroses dan pengolah data akan menampilkan gambaran jalur pembuluh vena pada layar LCD. Cara kerjanya, tangan pasien cukup diletakkan di bawah visiovein dan hasilnya akan segera terlihat secara realtime," katanya.

Ia mengatakan visiovein dibuat dengan desain egronomis dan portabel, sehingga mudah untuk dibawa ke mana saja. Alat itu juga lebih murah dibandingkan dengan produk sejenis yang selama ini impor.

"Alat bantu visualisasi vena itu sebenarnya sudah banyak dikembangkan dan dipasarkan di luar negeri, tetapi harganya sangat mahal. Setiap unit dijual dalam kisaran harga Rp40-60 juta," katanya.

Menurut dia, visiovein hanya menghabiskan biaya produksi sekitar Rp3 juta, sehingga alat ini sangat berpotensi untuk diproduksi secara massal di Indonesia.

"Saat ini kami baru proses pengajuan paten. Ke depan alat itu diharapkan bisa didistribusikan di fasilitas kesehatan Indonesia baik puskesmas, rumah sakit maupun pelayanan pribadi dokter," katanya.

Anggota kelompok mahasiswa UGM itu antara lain Putri Istiqomah RH, Ardianto Nugroho, Faisal Fajri Rahani, dan Intan Nur Fadliilah.

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015