PBB (ANTARA News) - Rusia dan Amerika Serikat pada Senin sepakat mengupayakan penyelesaian diplomatik perang sipil Suriah namun masih berbeda pendapat soal apakah Presiden Bashar al Assad harus mempertahankan kekuasaan.

Dalam pertemuan yang berlangsung 90 menit itu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga sepakat angkatan bersenjata mereka perlu melakukan pembicaraan untuk menghindari konflik di Suriah setelah militer Rusia menambah kekuatan di sana dalam beberapa pekan terakhir.

Amerika Serikat, Prancis dan negara-negara sekutunya mengebom kelompok Negara Islam (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) yang memanfaatkan kekosongan kekuasaan untuk merebut wilayah-wilayah Suriah dan negara tetangganya Irak.

Penguatan keberadaan militer Rusia di negara itu, termasuk tambahan tank dan pesawat tempur, membawa kekhawatiran akan memicu bentrok sengaja atau tidak sengaja di antara pasukan serta membuat Amerika Serikat mempertanyakan tujuan utama Moskow.

Setelah bertemu Obama, Putin mengatakan bahwa Rusia mempertimbangkan apa yang bisa diperbuat untuk membantu pemerintah Suriah dan pasukan Kurdi melawan ISIS.

"Kami mempertimbangkan apa yang bisa kami lakukan untuk membantu mereka yang di medan perang, bertahan dan bertempur dengan teroris, terutama ISIS," kata Putin, mengesampingkan pengerahan pasukan darat Rusia.

"Ada peluang untuk bekerja bersama mengatasi masalah," kata Putin tentang pembicaraannya dengan Obama, yang digambarkan "lugas" oleh pejabat Amerika Serikat.

Hubungan Amerika Serikat-Rusia makin tegang setelah Moskow mencaplok Crimea dari Ukraina pada Maret 2014 dan dukungannya terhadap separatis pro-Rusia di bagian timur Ukraina.

Obama dan Putin punya pandangan berbeda mengenai posisi Assad dalam sambutan mereka di pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Obama mengatakan dia mau bekerja sama dengan Rusia dan Iran dalam usaha mengakhiri perang sipil empat tahun di Suriah, yang menewaskan sedikitnya 200.000 orang dan memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka. Tapi dia menggambarkan Assad sebagai kepala pelakunya.

"Amerika Serikat siap bekerja dengan negara manapun, termasuk Iran dan Rusia, untuk menyelesaikan konflik," kata Obama, yang berbicara sebelum Putin, di Majelis Umum PBB.

"Tapi kita harus bahwa itu tidak mungkin bisa, setelah sangat banyak pertumpahan darah, sangat banyak pembantaian, kembali ke status quo pra-perang."

Obama tidak secara eksplisit menyebut penggulingan Assad, dan dia menyarankan bisa ada "transisi terkelola" dari kekuasaan presiden Suriah.

Sebaliknya, Putin mengatakan bahwa tidak ada alternatif selain bekerja sama dengan militer Assad untuk melawan ISIS, dan menyeru pembuatan koalisi anti-teroris internasional yang lebih luas.

Koalisi yang diusulkan ini bisa bersaing dengan koalisi bentukan Amerika Serikat untuk memerangi ISIS.

"Kami pikir kesalahan sangat besar untuk menolak bekerja sama dengan pemerintah Suriah dan angkatan bersenjata yang dengan berani memerangi teroris berhadap-hadapan," kata Putin dalam pidatonya.

"Kita akhirnya harus mengakui bahwa tidak seorang pun kecuali angkatan bersenjata Presiden Assad dan milisi (Kurdi) benar-benar memerangi ISIS dan organisasi teroris lain di Suriah," katanya.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015