Jakarta (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan penguatan pertukaran informasi iklim dan cuaca di antara negara-negara Asia Tenggara guna mengantisipasi bencana-bencana yang dapat ditimbulkan oleh perubahan suhu permukaan bumi di kawasan, seperti badai topan (siklon tropis).

"Kita menuju penyatuan seluruh sistem pengamatan lewat radar dan satelit baik itu nasional, regional maupun global. Kita mulai dari Asia Tenggara. Dengan penguatan ini misalnya ada bayi siklon tropis di Filipina, maka banyak negara di kawasan termasuk Indonesia secara cepat akan dapat mengantisipasinya," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di sela acara Lokakarya Sistem Operasi Terpadu Badan Meteorologi Dunia (WIGOS) untuk Pengurangan Risiko Bencana di kantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin.

Penguatan kerja sama di kawasan Asia Tenggara ini akan diawali dengan peningkatan proses pertukaran informasi iklim dan cuaca di antara negara-negara ASEAN. Dengan kerja sama ini nantinya akan memperkuat basis data mengenai informasi meteorologi dan klimatologi di kawasan. Basis data ini ditujukan untuk memperkuat pengurangan risiko bencana di negara-negara Asia Tenggara.

Andi mengatakan pertukaran informasi sendiri sejatinya telah ada. Kendati demikian, kriteria informasi yang dipertukarkan perlu diperbanyak.

"Kita sudah melakukan tukar-menukar informasi karena itu merupakan bagian dari kewajiban di tingkat dunia. Namun seiring kebutuhan, data yang diperlukan semakin banyak. Dulu ada data tentang temperatur, radiasi matahari, arah dan kecepatan angin, tekanan udara, kelembaban udara dan curah hujan. Sekarang perlu penambahan seperti data pencitraan satelit dan radar misalnya berkaitan dengan gerakan awan di kawasan dan beberapa unsur lainnya yang ditujukan untuk pengurangan risiko bencana," kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan, data meteorologi penginderaan jarak jauh seperti dari radar dan satelit digunakan untuk mendukung pengurangan risiko bencana.

Salah satu upaya pertukaran informasi yang sedang dilakukan BMKG, kata Andi, seperti dengan Lokakarya WIGOS. Lewat Workshop ini akan dibangun kesamaan pemahaman tentang kebutuhan data dan pengamatan di Asia Tenggara yang bercirikan wilayah konvektif yang kuat. Wilayah konvektif biasanya memiliki ciri perubahan suhu yang berubah-ubah lantaran kawasan daratan yang dikelilingi lautan. Perubahan temperatur ini memiliki peran besar dalam menciptakan siklon tropis.

"Dengan karakteristik iklim yang sama, negara-negara Asia Tenggara memiliki problem hidrometeorological yang sama. Bencana berbasis hidrometerologi ini seperti banjir, angin puting beliung, badai tropis, kekeringan atau elnino. Maka dengan WIGOS ini kita dapat bertukar informasi di antara negara di kawasan yang muaranya untuk pengurangan risiko bencana," katanya.

Andi mengharapkan pertukaran informasi cuaca dan iklim di kawasan Asia Tenggara akan lebih intensif. Namun dalam prosesnya, negara-negara di kawasan perlu menyepakati terlebih dahulu mengenai kebijakan-kebijakan pertukaran informasi. Targetnya, kerja sama di antara negara-negara Asia Tenggara mengalami perkembangan nyata sebelum Kongres Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) ke-18 pada 2019.

"Upaya menuju pertukaran informasi ini memiliki banyak tahapan. WIGOS ini adalah alat tapi belum bicara pada peraturan yang perlu disepakati bersama. Apakah pertukaran data ini bisa disepakati oleh masing-masing negara, kemudian bagaimana kita letakkan data itu agar terbaca oleh semua lapisan masyarakat dan juga oleh kita. Lalu ada prosedur peraturan bagaimana komitmen kita terhadap data itu. Ada banyak hal yang perlu disepakati. Nah inilah yang akan kita ketahui dan lewat workshop WIGOS ini akan menjadi pembuka jalan," kata dia.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015