Lampung Tengah (ANTARA News) - Warga sejumlah desa di Kabupaten Lampung Tengah yang terkena proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di Provinsi Lampung menolak penetapan ganti rugi lahan milik mereka, karena dinilai tidak sesuai harga pasaran yang berlaku.

Keberatan warga Lampung Tengah itu, menurut informasi dari warga setempat, Rabu, telah disampaikan kepada pihak berwenang yang dimediasi oleh DPRD Lampung Tengah melalui beberapa kali pertemuan dengan tim pembebasan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) di Lampung.

Warga dari Kampung Indra Putra Subing, Suwoto Iskandar mengungkapkan bahwa lahan pekarangan yang ia miliki berada di pinggir jalan raya kabupaten itu, dihargai lebih murah yaitu Rp55 ribu per meter persegi, dibandingkan dengan lahan milik tetangganya seharga Rp130 ribu per meter persegi. Padahal lahan tetangganya itu justru terletak di belakang pekarangannya.

"Lahan saya seluas 3.125 m2. Posisi di pinggir jalan raya kok nilainya lebih murah dengan yang di belakang rumah saya, dari mana acuan tersebut," kata Suwoto mempertanyakan penetapan nilai ganti rugi lahan untuk JTTS di daerahnya itu.

Dia mendesak penetapan nilai ganti rugi itu dikoreksi dan disesuaikan dengan kewajaran berdasarkan harga pasaran yang berlaku saat ini.

Suwarto, warga Karang Endah menyampaikan harga lahan pekarangan yang posisnya di pinggir jalan raya provinsi jangan disamakan dengan harga lahan yang dilewati jalan kecil atau gang maupun lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan warga setempat, sehingga harus diperoleh nilai ganti rugi yang sesuai jangan sampai malah di bawah harga pasaran yang berlaku.

"Jangan main pukul rata terkait harga, harus dilihat secara rinci setiap posisi lahan, untuk lahan pertanian juga jangan sampai di bawah standar, petani dengan menerima ganti rugi yang wajar belum tentu langsung memperoleh lahan baru, pemerintah juga harus pikirkan terkait strategi dan kegiatan untuk pendapatan ekonomi lewat sektor lain buat petani yang lahanya terkena jalan tol ini," ujar Suwarto pula.



Proses Mediasi

Hingga saat ini, proses mediasi dalam penentuan kesepakatan harga ganti lahan JTTS yang melintasi Kecamatan Terbanggi Besar di Kelurahan Bandarjaya Timur dan Indra Putra Subing di Kabupaten Lampung Tengah itu juga masih terus dilakukan.

DPRD Kabupaten Lampung Tengah yang menerima laporan dari warga lahannya terkena penggusuran lahan untuk proyek JTTS pada Selasa (13/10) kembali mengelar dengar pendapat (hearing), setelah sebelumnya juga menggelar pertemuan serupa.

Hearing ketiga kalinya ini diselenggarakan, mengingat pada hearing sehari sebelumnya belum menghasilkan kesepakatan antara lain karena ketidakhadiran dari tim penilai (appraisal) penetapan harga lahan untuk jalan tol tersebut.

Pelaksanaan hearing kali ini dihadiri oleh anggota tim independen yang terdiri dari unsur Badan Pertanahan Nasional (BPN), PPK, PMK, tim appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik Totok Suharto dan Partner, DPRD Lampung Tengah dan warga yang terkena proyek JTTS dari Kelurahan Bandarjaya Timur, Indra Putra Subing, dan Karang Endah.

Proses hearing diwarnai lontaran pertanyaan-pertanyaan dari warga kepada tim appraisal atas penetapan penilaian harga lahan tol itu sebesar Rp35 ribu per meter persegi.

Yusrizal, perwakilan warga Bandarjaya Timur yang lahannya terkena proyek JTTS mengajukan beberapa pertanyaan terkait dasar penilain yang dilakukan tim appraisal itu.

"Saat proses penilaian harga lahan di kelurahan kami, kenapa tim appraisal tidak bertemu langsung melakukan komunikasi dan survei kepada masyarakat, apa yang menjadi acuan terkait nilai harga Rp35 ribu per meter persegi itu, rincian komponen apa saja yang menjadi penggantian, kami meminta kepada tim untuk segera diadakan penyesuaian harga berdasarka kondisi harga pasaran saat ini, bukan berdasarka harga nenek moyang," ujarnya pula.

Menanggapi pertanyaan warga atas persoalan nilai ganti rugi lahan yang dianggap tidak sesuai itu, Saiful Radian Natapermana Koordinator Tim Appraisal dari KJBP Totok Suharto dan Partner menyampaikan bahwa tahapan dari penentuan nilai ganti rugi lahan sudah diatur dalam UU No.: 2/2012 dan Perpres No.: 71/2012.

Menurutnya, penentuan terbentuknya harga berdasarkan hasil rumus harga pasar ditambah kompensasi, tim appraisal juga memiliki rencana detail tanah masyarakat (RDTH) untuk merinci terkait penetapan nilai ganti rugi.

Dia menjelaskan komponen penilaian yang dilakukan ada empat kriteria, yaitu tanah kosong, tanah yang berdiri untuk tempat usaha, tanah permukiman, dan tanam tumbuh.

"Kami dari tim appraisal memiliki asumsi atas standar nilai ganti rugi yang biasa kami sebut dengan nilai ganti wajar, standar nilai ganti wajar kami tetapkan berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim kami. Setelah diperoleh informasi dari hasil survei kami baru menetapkan, angka Rp35 ribu per meter persegi itu berdasarkan harga pasaran dan dari harga pasaran kami tambah lagi dengan penambahan biaya transaksi, tanam tumbuh, penggatian bangunan dan premi usaha," ujarnya menjelaskan.

Terkait keberatan yang diajukan ke pengadilan itu berdasarkan amanat UU No.: 2/2012 pasal 38, dimana diberikan tenggang waktu 14 hari kerja untuk mengajukan keberatan, jadi kami tidak mengada-ada terkait hal tersebut. Kami dari Tim Appraisal untuk menentukan nilai ganti rugi secara independen karena terus terang saja ada beda pemahaman antara BPN, Kejaksaan, PU dan Apprisal atas standar harga, katanya pula.

Namun, menanggapi ketidakpuasan masyarakat, kami dari tim appraisal akan meng-crosscheck kembali hal tersebut, kata Radian pula.

Ketua DPRD Lampung Tengah Junaidi menanggapi bahwa tim appraisal harus bekerja secara detail dan transparan.

"Hal ini harus dilakukan pengecekan ulang oleh tim appraisal supaya tidak terjadi polemik yang merugikan masyarakat, jangan ada kalimat atau terjadi gugatan di pengadilan karena itu butuh proses hukum yang lama dan masyarakat akan terombang-ambing nantinya," ujar Junaidi lagi.

Setelah mendengar sejumlah keberatan dari warga, termasuk warga yang penetapan nilai ganti rugi lahan di pinggir jalan justru lebih rendah dari lahan warga yang berada di bagian dalam, Tim Appraisal JTTS akhirnya mengakui adanya kesalahan data terkait letak lahan pada peta dan penetapan nilai ganti rugi pada lahan milik Suwoto Iskandar itu.

"Kami akan cek kembali untuk mengubah nilai ganti rugi dari kesalahan penilaian, dan untuk Kelurahan Bandarjaya Timur dalam waktu tiga hari mulai besok (Rabu, 14/10), kami akan melakukan penilaian ulang sehingga dihasilkan kesepakatan dengan warga terkait nilai ganti wajar. Bila warga senang, tim appraisal juga tenang," ujar Radian pula.

Kesepakatan hearing yang dilakukan pada Selasa (13/10) itu, tim appraisal akan melakukan penilaian ulang kembali terhadap nilai ganti wajar yang dianggap di bawah standar harga pasar.

Berita acara yang ditandatangani oleh seluruh anggota tim independen, tim appraisal, pimpinan DPRD dan perwakilan masyarakat dari Bandarjaya Timur dan Indra Putra Subing menjadi dasar untuk segera dilakukan penilaian ulang oleh tim appraisal selama kurun waktu tiga hari terhitung Rabu ini.

Sedangkan proses penetapan nilai ganti rugi lahan warga yang terkena JTTS di Lampung Tengah untuk tiga desa/kelurahan di Kecamatan Terbanggi Besar, yaitu Karang Endah, Yukum Jaya, dan Terbanggi Besar belum selesai, karena tim appraisal dengan personel yang berbeda.

Namun warga di tiga wilayah tersebut berharap agar polemik di Bandarjaya Timur tidak terjadi di tiga tempat tersebut.

Jalan Tol Trans Sumatera akan dibangun melintasi ruas dari Bakauheni (Lampung Selatan)-Bandarlampung-Terbanggi Besar (Lampung Tengah) di Provinsi Lampung sepanjang 140,41 kilometer, kini dalam tahap pembangunan dan rutenya dimulai dari Pelabuhan Bakauheni hingga Terbanggibesar, kemudian diteruskan hingga ke wilayah Lampung dengan perbatasan Provinsi Sumatera Selatan.

Jalan tol ini pada awalnya kurang diminati investor, sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor: 100/2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera tangal 17 September 2014.

Dalam Perpres ini disampaikan, sebagai langkah awal, pembangunan jalan tol di Sumatera tersebut akan dilaksanakan pada empat ruas jalan tol yang meliputi ruas Jalan Tol Medan-Binjai, ruas Jalan Tol Palembang-Simpang Indralaya, ruas Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, dan ruas Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar.

Ground breaking pembangunan Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 April 2015.

Adapun trase jalan tol itu, dengan akses jalan tol ke Bakauheni 11 km, seksi I Bakauheni-Babatan 27 km (Subseksi 1a Bakauheni - Kalianda 12 km, Subseksi 1b Kalianda-Babatan 15 km. Lalu, seksi II Babatan-Tegineneng 59 km (Subseksi 2a Babatan-Lematang 35 km (Subseksi 2b Lematang-Tegineneng 24 km, dan seksi III Tegineneng-Terbanggi Besar 42 km (Subseksi 3a Tegineneng-Bandarjaya 30 km), serta berlanjut Subseksi 3b Bandarjaya-Terbanggi Besar 12 km.

Pelaksanaan pembangunan JTTS itu di Lampung, mendapat dukungan Pemprov Lampung yang mempercepat pembangunannya, dengan melakukan pembebasan lahan untuk pembangunan jalan yang terbentang dari Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan, dan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran hingga Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

Pembangunan jalan tol sepanjang 140,41 kilometer dengan luas jalan mencapai 120 meter ini rencananya akan membebaskan lahan milik warga seluas 2.100 hektare.

Pembangunan Tol Sumatera ini akan melintasi tiga kabupaten, 18 kecamatan, serta 70 desa, yakni Kabupaten Lampung Selatan 13 kecamatan dan 30 desa, Kabupaten Pesawaran 1 kecamatan dan 3 desa, dan Kabupaten Lampung Tengah 4 kecamatan dan 14 desa.

Dalam kurun waktu empat bulan ini, masalah besar ganti rugi pembebasan lahan harus diselesaikan Pemprov Lampung. Pembebasan lahan seluas 2.100 hektare ini akan menelan dana sebesar Rp3 triliun. Jalan tol ini merupakan jaringan dari Jalan Trans-Sumatera.

Pembangunan ruas tol ini dilakukan oleh konsorsium BUMN, yakni PT Hutama Karya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, serta PT Adhi Karya melalui skema penugasan.

Pembangunan jalan tol ini direncanakan selesai sebelum Asian Games ke-18 tahun 2018, dengan Indonesia sebagai tuan rumah yang berbagi antara dua provinsi, yaitu DKI Jakarta dan Sumatera Selatan di Palembang.

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015