Jakarta (ANTARA News) - Rombongan pegawai PT Kereta Api Indonesia tak sabar menanti kedatangan kereta magnet (Magnetically Levitated/Maglev), yang bisa melesat dengan kecepatan maksimum 431 kilometer per jam, di Stasiun Longyang Road, Shanghai, Senin (26/10).

Di sisi pagar pengamanan jalur lintasan kereta api, 64 pegawai yang sedang melakukan studi banding "Melihat China Dalam Perspektif Perkeretaapian" sudah menyiapkan kamera masing-masing untuk mengambil gambar salah satu kereta super cepat di dunia itu.

Setelah
naik kereta bawah tanah Tiongkok, menumpang kereta cepat China Railways High-Speed dari Beijing ke Tianjin dan sebaliknya, serta menjajal kereta peluru dari Beijing ke Shanghai, mereka ingin merasakan kereta super cepat Maglev pada hari terakhir studi banding yang bermula 22 Oktober 2015.

Mereka naik kereta Shanghai Maglev Train (SMT) dari Stasiun Longyang Road menuju Bandara Pudong Shanghai sebelum kembali ke Jakarta.

Kereta Maglev yang warnanya dominan putih, seperti kereta-kereta lain di Tiongkok, berangkat tepat pukul 12.45, meluncur di atas rel magnetis dengan kecepatan 301 kilometer per jam.

Perjalanan dari Stasiun Longyang Road ke Bandara Pudong Shanghai yang jarak 30 kilometer berakhir dalam waktu delapan menit saja.

Padahal jarak antara kedua tempat itu hampir sama dengan Stasiun Tasikmalaya ke Stasiun Banjar, yang biasa ditempuh Kereta Bandung Raya dalam waktu 45 menit tanpa singgah.

Kereta Maglev Shanghai, yang beroperasi sejak 2004, sebenarnya bisa melaju dengan kecepatan 431 kilometer per jam.

Operator kereta
Shanghai Maglev Transportation Development Co.Ltd. (SMTDC) mengatur kecepatan kereta berdasarkan waktu keberangkatan. 

Pada interval waktu 06.45 sampai 08.40, kereta berlari hingga kecepatan maksimum 301 kilometer per jam demi keamanan karena kota masih berselimut kabut.

Penumpang bisa merasakan kecepatan maksimal 431 kilometer per jam sekitar pukul 09.00 sampai 10.45. 


Kecepatan kembali diturunkan menjadi 301 kilometer per jam pukul 11.00-14.45. Lalu dinaikkan lagi menjadi 431 kilometer per jam pada interval waktu 15.00 sampai 15.45.

Menjelang sore hingga malam, pukul 16.00-21.40, Kereta Maglev Shanghai kembali berlari ke kecepatan 301 kilometer per jam.



Fasilitas

Kereta Maglev Shanghai terdiri atas lima gerbong. Penumpang cukup membayar ongkos 50 yuan atau sekitar Rp110.000 per orang untuk menaiki kereta super cepat yang bangkunya cukup nyaman untuk kereta jarak pendek.
 

Fasilitas di dalam kereta tidak banyak.
Tidak ada toilet di kereta tersebut, juga pramugari atau petugas kereta yang biasanya dijumpai di jenis kereta lain di Tiongkok. Hanya ada tempat untuk meletakkan koper dan tas besar di dekat pintu masuk setiap gerbong.

Selain itu ada papan informasi digital di setiap gerbong. Dari papan informasi tersebut, penumpang bisa mengetahui kecepatan pergerakan kereta.

Tidak sedikit penumpang yang mengambil gambar atau video pergerakan kecepatan kereta selama meluncur.



Yang Pertama

Kereta Maglev Shanghai merupakan sarana tranportasi umum dengan jalur magnetis pertama di dunia dan menjadi salah satu kegiatan yang wajib dicoba saat mengunjungi Shanghai.

Kereta Shanghai Maglev menggunakan teknologi dari Jerman. Kereta api ini adalah memanfaatkan gaya magnet untuk mengangkat kereta sehingga mengambang sepuluh sentimeter di atas rel dan menggunakan magnet sebagai pendorong. 

Dengan tingkat gesekan kecil dan tenaga pendorong besar, kereta ini bisa melaju jauh lebih cepat dibandingkan dengan kereta biasa. 

"Meskipun dalam kecepatan tinggi, rasanya sangat nyaman. Getaran tidak terasa," kata salah satu peserta studi banding, Junior Manager Industrial Relation PT Kereta Api Indonesia, Tatan Rustandi.

Ia pun memuji pelayanan saat penumpang naik ke kereta serta sterilisasi di stasiun dan jalur kereta.

"Teknologinya unggul, fasilitas juga sesuai kebutuhan karena jarak tempuhnya memang pendek," ujar Tatan.

Indonesia mengawali langkah untuk mengoperasikan kereta super cepat dengan menandatangani kerja sama dengan Tiongkok untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung mulai 2016.

"Kalau Indonesia masih jauh. Tetapi setidaknya sekarang pemerintah sudah melek dengan transportasi kereta api, sudah ada perhatian dari pemerintah kalau kereta api memang transportasi yang cocok di Indonesia dengan penduduk yang banyak seperti di Tiongkok ini," demikian Tatan Rustandi.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015