Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan, Islam di Indonesia memiliki watak berbeda dengan Islam di negara-negara lain, termasuk Timur Tengah, disebabkan cara masuk Islam di Nusantara berlangsung secara damai.

"Latar sosial-budaya masyarakat Indonesia juga cinta damai, sehingga Islam di Indonesia berbeda," kata dia, di Jakarta, Kamis.

Saat berbicara di Markas Sasakawa Peace Foundation, Tokyo, Jepang, dia berpendapat atas dasar perkembangan Islam di Indonesia itu membuat Islam di Tanah Air berwatak damai, moderat, inklusif, toleran dan antikekerasan.

"Watak ini dianut mayoritas mutlak umat Islam dan telah berlansung berabad lamanya. Maka hampir dapat dikatakan, sejak dulu tidak ada ketegangan dan pertentangan serius antara Muslim dengan pemeluk agama lain dan juga antara sesama Muslim. Indonesia sejak dikenal sebagai model kerukunan hidup, baik antarumat beragama maupun intraumat agama," katanya.

Namun akhir-akhir ini, lanjut dia, suasana demikian sedikit berubah dengan adanya ketegangan bahkan konflik antarkelompok umat beragama, khsususnya antara kelompok Muslim dan Kristiani, seperti terjadi terakhir di Tolikara, Singkil, dan Manokwari.

Menurut Syamsuddin, hal itu disebabkan bergesernya tata nilai yang dianut sebagian masyarakat Indonesia yang sejalan dengan modernisasi, globalisasi dan liberalisasi yang melanda Indonesia sejak dua dasawarsa terakhir.

Dalam kaitan ini, kata Syamsuddin, radikalisme keagamaan di Indonesia didorong faktor keagamaan dan faktor-faktor nonagama.

Hal pertama yang menjadi sebab adalah, lanjut dia, kecenderungan penganut Islam mengambil bentuk pemahaman yang salah akibat penafsiran sempit teks-teks kitab suci dengan mengabaikan misi utama Islam untuk kerahamatan dan kesemestaan.

Kemudian sebab kedua adalah adanya ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang sering menjadi faktor picu kekerasan dan sikap radikal, sehingga agama menjadi faktor pembenar sikap tersebut.

Pernyataan dia itu sebagai jawaban atas radikalisme mengatasnamakan Islam, di antaranya NIIS/ISIS.

Menurut dia, ideologi dan perilaku NIIS/ISIS tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kasih sayang dan perdamaian. NIIS/ISIS bukan gerakan Islam, tapi gerakan yang menyalahgunakan Islam untuk tujuan politik.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015