Jakarta (ANTARA News) - Kawasan karst Citatah di Kabupaten Bandung Barat belakangan ini menjadi terkenal setelah marak penambangan kapur sehingga kelestarian kawasan ini pun terancam.

Salah satu yang terancam adalah Gua Pawon yang juga ada di kompleks karst Citatah.

Padahal gua ini adalah tempat di mana manusia purba homo sapiens berusia 6.000 - 9.000 ribu tahun ditemukan.

Karst Citatah bisa saja menarik, andai pemerintah daerah menatanya. Taruhlah, dijadikan tempat laboratorium alam yang sampai sekarang Jawa Barat belum memilikinya.

Usul itu disampaikan oleh peneliti Cekungan Bandung yang juga Ketua Masyarakat Geografi Indonesia, T. Bachtiar.

"Karst Citatah bisa dijadikan laboratorium alam untuk berbagai disiplin ilmu seperti geologi, geografi, arkeologi, dan speleologi," kata dia dalam seminar dan Jelajah Karst "Ayo (Kembali) Mengenal Karst Kita" yang diselenggarakan Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam (PMPA) PALAWA Universitas Padjadjaran di Bandung Sabtu pekan lalu.

Karst Citatah memiliki kekayaan alam berupa bentukan alam, apalagi lokasinya dekat ke Bandung, hanya 20 sampai 25 kilometer.

Jika karst Citatah menjadi laboratorium alam, maka itu adalah yang pertama di Jawa Barat.

Dan jika impian itu kesampaian, maka akan semakin memperkaya predikat Bandung yang selama ini pun sudah menjadi pusat pendidikan yang niscaya membutuhkan kampus lapangan untuk membina pengalaman langsung mahasiswa dan peneliti.

Untuk arkeologi, mahasiswa bisa belajar mengenai manusia purba di sana mengingat di Gua Pawon-lah ditemukan tengkorak manusia purba berusia 6.000 - 9.000 tahun.

"Manusia purba berindentitas perempuan itu terkenal dengan Homo Sapien," kata Bachtiar.

Tengkorak manusia purba itu ditemukan dalam posisi meringkuk dan terawetkan oleh abu letusan Gunung Sunda  yang menjadi cikal bakal Gunung Tangkuban Parahu. Tengkorak aslinya sudah disimpan di Balai Arkeologi, kata Bachtiar.

Pada kedalaman satu meter dari tempat ditemukannya tengkorang manusia purba itu ada arang. "Ini membuktikan mereka sudah memasak dan memakan daging binatang yang tulangnya digunakan sebagai senjata," kata Bachtiar lagi.

Tak hanya arang, ditemukan pula di gua itu, biji kemiri atau muncang dalam Bahasa Sunda. Bahkan ada pula perhiasan seperti taring yang dibolongi.

"Berarti taring itu dijadikan sebagai perhiasan," kata Bachtiar.

Budi Bramantyo, peneliti dan pemerhati karst Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), menilai karst Citatah bisa menjadi Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Caranya dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM.

"Kepmen ini sesuai kepentingan untuk melindungi karst Citatah mengingat pentingnya lokasi tersebut," kata Budi.

Oleh Riza Fahriza
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015