Untuk Development Goods, saya janji akan dorong pendekatan yang modern dan progressive. Jadi kita bukan mau cara yang kuno atau terlampau tradisional,"
Manila (ANTARA News) - Indonesia akan mendorong konsep pengurangan tarif dari perdagangan produk yang berkontribusi terhadap pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan atau "Development Goods" dengan pendekatan yang modern dan progressive agar nantinya bisa disetujui oleh negara anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).

"Untuk Development Goods, saya janji akan dorong pendekatan yang modern dan progressive. Jadi kita bukan mau cara yang kuno atau terlampau tradisional," kata Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, seusai APEC Ministerial Meeting (AMM) di Manila, Selasa.

Menurut Thomas, saat ini sudah memasuki abad ke-21 dimana pendekatan secara tradisional atau yang terkesan meminta-minta sudah tidak lagi bisa dilakukan. Akan tetapi, jauh lebih baik jika pendekatan yang dilakukan saling menguntungkan bagi negara-negara anggota APEC.

Thomas yang kerap disapa Tom tersebut menjelaskan, pendekatan secara modern dan progressive tersebut bukan lagi memasukkan barang-barang komoditas seperti kelapa sawit atau karet. Namun, lebih kepada produk-produk yang memiliki nilai tambah.

Tom mengatakan, konsep pengurangan tarif dari perdagangan produk yang berkontribusi terhadap pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan atau "Development Goods" tersebut rata-rata didukung oleh negara-negara anggota APEC.

"Era komoditas itu sudah lewat, kita harus dorong nilai tambah, kalau kita hanya mendorong negara berkembang jadi petani terus, saya kira lambat makmurnya, tapi jika diolah dan dikemas dengan baik, menjadi produk premium, maka para petani serta pengrajin kita bisa cepat makmur," kata Tom

Tom menambahkan, beberapa contoh produk yang sudah memiliki nilai tambah tersebut adalah perhiasan dan aksesoris. Untuk produk tersebut, peningkatan ekspor tercatat mencapai 20 persen per tahun dan saat ini nilainya sudah mencapai lima miliar dolar Amerika Serikat.

"Pembuatannya (perhiasan dan aksesoris) cenderung di daerah dan UKM. Selama ini terus berpikir komoditas, tapi ada kepentingan nasional seperti produk yang unggul seperti perhiasan," kata Tom.

Sementara itu, Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Denny W. Kurnia, mengatakan bahwa didorongnya Development Goods tersebut dikarenakan produk-produk yang tercakup di dalamnya menyangkut banyak masyarakat dan memiliki dampak yang besar.

Denny menjelaskan, Development Goods tersebut hingga saat ini masih belum masuk ke dalam level politik dari kepala negara untuk meminta persetujuan negara anggota APEC. Namun, dirinya meyakini bahwa Indonesia optimis dengan prospek dari usulan paket itu.

"Harapan kita ada prospek, ada optimisme. Karena proponennya Peru di tahun 2016, Vietnam di 2017 dan Papua Nugini di 2019," kata Denny.

Dari sebanyak 21 negara anggota APEC, Indonesia bersama dengan tiga negara lainnya yakni Peru, Vietnam dan Papua Nugini menjadi pelopor dari konsep pengurangan tarif dari perdagangan produk yang berkontribusi terhadap pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan atau "Development Goods" tersebut.

Langkah untuk mengajukan Development Goods terebut pada APEC 2015 ini dikarenakan para petani dinilai perlu mendapatkan sarana khusus dari perdagangan internasional. Karena, selama ini masih ada hambatan-hambatan teknis khususnya terkait dengan produk-produk yang dihasilkan oleh para petani itu.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015