Jakarta (ANTARA News) -  "Bicara soto saja Indonesia punya sangat banyak, ada soto Madura, soto Kudus, soto Banjar, soto Betawi, soto Padang, jadi mana yang mau diunggulkan? Sementara rendang sudah dinobatkan oleh CNN food sebagai masakan terlezat sedunia," ujar William Wongso, salah seorang pakar kuliner yang disegani oleh sesama juru masak.

William Wongso berbicara dalam Dialog Gastronomi Nasional pertama yang berlangsung di Jakarta 23-24 November 2015.

Dalam dialog tersebut, masalah pendidikan tentang seni memasak dan ilmu pangan serta ilmu lain yang terkait dipandang sangat penting mengingat seni memasak di Indonesia lebih banyak didasari pengalaman empirik para leluhur dan belum dikaji keilmuannya.

"Perlu ada riset yang lebih dalam ke daerah-daerah, mengumpulkan resep dan kisah-kisah di balik bahan panganan, cara mengolah dan cara menyajikan. Selain itu seni memasak harus pula dibarengi dengan ilmu pangan," ujar Prof. Murdijati Gardjito, guru besar Ilmu dan Teknologi Pangan dari Universitas Gadjah Mada.

Murdijati yang juga dikenal sebagai pengamat dan peneliti gastronomi yang telah banyak menulis buku kuliner Indonesia menantang para antropolog untuk melakukan riset lebih mendalam.

Ia memberi contoh, hidangan tumpeng sebagai piramida makanan yang lengkap dan kaya nutrisi, juga memiliki filosofi dan disajikan secara menarik, serta dikagumi oleh orang asing.

Di sisi lain, makanan Indonesia juga terdesak oleh masakan mancanegara yang semakin banyak menemukan penggemar khususnya di kalangan anak muda.

"Dulu ada pelajaran memasak di sekolah, sekarang sepertinya hilang, ini yang perlu dikembalikan bila ingin membuat generasi mendatang mencintai kembali masakan nusantara," seruan seperti ini muncul dari kelompok diskusi tema pelestarian warisan makanan tradisional Indonesia.

Pada diskusi di kelompok tersebut hadir sebagai pemapar adalah antropolog dari Universitas Indonesia Dr.J. Emmed M. Prioharjyono MA, M.Sc, ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid, Ir. Kurmayadi, William Wongso dan Drs. Lokor Ahmad Enda Siregar, Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Wisata Budaya.

Kegiatan yang diprakarsai oleh Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) menurut Menteri Pariwisata Dr. Arief Yahya,M.Sc diharapkan dapat menyatukan semua pemangku kepentingan di bidang kuliner Indonesia untuk dapat bekerja secara sinergis dan terintegrasi dengan mengandalkan kekuatan masing-masing.

Arief Yahya menyebutkan bahwa kearifan lokal merupakan potensi yang dapat digali dan dikembangkan guna menciptakan "Peta jalan Gastronomi Indonesia" untuk mendorong kemajuan seni kuliner yang mampu bersaing di tataran global.

Para peserta dialog juga mendapat suguhan atraksi menarik dalam selingan kegiatan gastro-diplomacy dengan menampilkan dua "chef" istimewa yaitu Bara Patirajawane yang mendemonstrasikan masakan Indonesia dan Duta Besar Denmark untuk Indonesia Casper Klynge yang menyajikan sup dan roti lapis negaranya.

"Denmark dipilih karena sudah lama dikenal sebagai negara yang mengutamakan makanan dengan bahan-bahan yang segar," ujar Vita Datau Messakh, ketua AGI.

Unjuk kebolehan memasak ini mendapat perhatian dari para peserta yang banyak bertanya dan langsung mencicipi hasil olahan mereka.

Dari kubu Chef Bara tersaji salad kohu-kohu yang berisi serpihan ikan cakalang fufu (ikan asap) dan kue putu mayang Betawi, sedangkan dari sudut Denmark tersaji roti gandum dengan olesan krim keju, ditutup irisan salmon berbumbu dan acar sayur, atau dengan kentang.

"Dialog ini untuk mengidentifikasi gastronomi Indonesia dan menentukan langkah-langkah pengembangannya secara bersama-sama dan mengangkatnya ke dunia internasional," kata Vita Datau Messakh.

"Dialog Nasional ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan dan menjadi titik awal untuk langkah-langkah selanjutnya," katanya.


Oleh Maria D. Andriana
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015