Dengan pengawalan dan pengamanan ini bisa mencegah adanya korupsi dan persekongkolan atau kongkalikong, karena proyek seperti itu tidak akan kami lindungi,"
Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung melalui Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) siap mengawal proyek infrastruktur seperti 35.000 megawatt (MW) yang dijalankan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Kami siap ikut serta dalam memberikan pengawalan proyek ini dan ingin bisa dimanfaatkan maksimal oleh PLN. Kami bisa berikan pendampingan sedini mungkin mulai dari identifikasi masalah, pelelangan, pelaksanaan proyek, serah terima tahap I dan II hingga uji tuntas terhadap keuangan dan penyelesaian fisik proyek," kata anggota TP4P Kejaksaan Agung Firdaus Dewilmar di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Kamis.

Firdaus menjelaskan, pengawalan yang ditawarkan TP4P yaitu mengidentifikasi peluang penyimpangan sedini mungkin yang mulai dilakukan dari tahap tahap lelang hingga proyek selesai.

"Dengan pengawalan dan pengamanan ini bisa mencegah adanya korupsi dan persekongkolan atau kongkalikong, karena proyek seperti itu tidak akan kami lindungi," ujarnya.

Firdaus menyatakan PLN sebelumnya sudah minta pengawalan dalam proyek marine vessel power plant di sulawesi utara, dia mengharapkan ke depannya akan ada proyek lainnya yang juga diberikan pengawalan.

"Ke depan proyek lainnya akan dikawal juga, supaya tanda tangan kontrak bisa cepat dan tanpa takut penyimpangan," tuturnya.

Pendampingan dan pengawalan ini, menurut Firdaus, tidak hanya bermanfaat untuk mencegah penyelewengan uang negara dalam proyek-proyek pemerintah, melainkan berguna juga bagi PLN untuk menghindari persoalan hukum dalam pelaksanaan proyek yang tidak diinginkan.

"Jangan sampai PLN rugi dan jangan pula uang negara sampai hilang. Misal harusnya beli barang baru, malah beli barang bekas," ucap Firdaus.

Dalam pengawalan TP4P tersebut, Firdaus mengatakan jika tetap terjadi penyimpangan, tim akan menganggapnya hanya sebagai kesalahan administratif dan akan bersinergi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pendampingan terhadap hasil audit oleh lembaga pengawas tersebut.

"Hasil audit BPK bisa dilakukan sinergitas. Temuan BPK maupun satuan pengawas internal bisa dilakukan tindak lanjut pendampingan oleh TP4P. Jadi betul-betul penyimpangan bisa dicegah dengan melakukan deteksi dini. Kami bisa berikan konsultasi. Jika terjadi penyimpangan, sifatnya hanya administratif," ujar Firdaus.

Dari informasi yang dihimpun Antara, program pembangkit 35.000 MW untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia yang masih sebesar 84 persen dengan kapasitas terpasang saat ini sebesar 47.097 MW.

Rasio Elektrifikasi kita lebih rendah daripada negara-negara di ASEAN seperti singapura, Brunai, Thailand, Malaysia dan Vietnam yang sudah berada diatas 95 persen.

Proyek tersebut, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang telah dicanangkan pemerintah yang harus diimbangi dengan pertumbuhan rasio elektrifikasi, dimana dalam lima tahun kedepan kebutuhan listrik harus tumbuh sebesar rata 8,8 persen per tahun dengan target rasio elektrifikasi sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau (RUPTL) 2015-2024 adalah sebesar 97,4 persen pada akhir tahun 2019.

Untuk memenuhi target pertumbuhan tersebut diperlukan tambahan kapasitas terpasang sebesar 35.000 Mw pada tahun 2015-2019 diluar 7.400 Mw yang saat ini sedang dalam tahap konstruksi.

Sedangkan pembangunan Transmisi sepanjang 46.000 Kilo meter sirkuit (kms) dan Gardu sebanyak 1.375 unit atau equivalen 108.789 MvA Mega volt Ampere (MvA) yang akan dilaksanakan oleh PLN dalam periode tahun 2015-2019 yang tujuannya untuk mewujudkan proyek tersebut, total biaya investasinya cukup besar yaitu diperkirakan sebesar 72.942 juta dolar as atau lebih kurang Rp1.021 Triliun.

Rencana pendanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang dilakukan oleh PLN, seluruhnya menggunakan dana APLN yang bersumber dari Pinjaman Komersil dan Penerbitan obligasi.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016