Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Sigit Pamungkas menyatakan politik uang dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2015 tidak sedahsyat Pemilu atau Pilkada sebelumnya.

"Gejala politik uang masih ada, tapi daya persuasinya tidak sedashyat Pemilu sebelumnya," ujar Sigit ketika ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.

Menurut Sigit, mayoritas masyarakat yang memiliki hak pilih, kini sudah semakin pintar.

"Memang masih ada pengaruhnya, namun tidak sedahsyat dulu karena masyarakat mulai berpikir untuk menerima uangnya, namun tetap memilih pasangan calon pilihan mereka," ujar Sigit.

Terkait dengan regulasi dan sanksi politik uang, Sigit menyatakan sanksi harus keras dan tegas karena tindakan itu merusak demokrasi.

Sigit menyayangkan tidak lengkapnya ketentuan yang mengatur sanksi untuk pelaku politik uang pada Pilkada.

"Kalau di Pemilu Presiden dan Pileg ada sanksinya. Tapi di Pilkada Serentak ini tidak ada, sehingga akhirnya menggunakan pasal pidana umum terkait suap," jelas Sigit.

Sigit kemudian menjelaskan bahwa penggunaan pasal pidana umum dalam Pemilu dapat menjamin cepatnya proses namun tidak dengan kepastian hukumnya.

"Ini menjadi lebih cepat supaya masalah segera teridentifikasi dengan cepat," kata Sigit.

Sejak MK membuka pendaftaran permohonan penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah hingga 26 Desember 2015, MK menerima 147 permohonan dari 132 daerah.

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016