Nanti penyidik yang akan mengembangkan, kalau menurut penyidik ada bukti-bukti baru menyangkut pihak lain maka akan menuju ke sana, dan sedang dilakukan,"
Jakarta (ANTARA News) - KPK masih terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengiriman putusan kasasi perkara korupsi pekerjaan pembangunan Dermaga Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur di MA, termasuk penetapan tersangka baru

"Nanti penyidik yang akan mengembangkan, kalau menurut penyidik ada bukti-bukti baru menyangkut pihak lain maka akan menuju ke sana, dan sedang dilakukan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung baru KPK Jakarta, Senin.

KPK baru menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini yaitu Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Andri Tristianto Sutrisna, Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi dan pengacara Awang Lazuardi Embat.

Namun Alex enggan mengungkapkan arah pengembangan kasus tersebut.

"(Pengembangan) itu kewenangan penyidik, yang paling tahu itu penyidik," tambah Alexander.

Pada hari ini, KPK juga memeriksa Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Herri Swantoro, usai diperiksa Herri yang juga memiliki jabatan fungsional sebagai hakim itu enggan mengungkapkan siapa yang bertanggung jawab untuk mengirimkan salinan kasasi di MA.

"(Pengiriman salinan itu) direktur pidana yang tahu," kata Herri singkat seusai diperiksa sekitar empat jam di gedung KPK Jakarta.

Sedangkan satu saksi lagi yaitu Ketua Umum Dewan Peradilan Nasional Fauzi Yusuf tidak hadir.

"Fauzi Yusuf hari ini mengirimkan surat tidak bisa hadir, kemudian ia mengirimkan perwakilan dari Peradi untuk memberikan keterangan," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.

KPK menyangkakan Andri berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Ichsan dan Awang disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Ichsan pada 13 November 2014 oleh majelis Pengadilan Negeri Mataram dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek pembangunan dermaga Pelabuhan Labuhan Haji di Kabupaten Lombok Timur dan dijatuhi pidana selama 1,5 tahun penjara dan uang pengganti Rp3,195 juta.

Putusan itu dikeluarkan oleh ketua hakim Sutarno dan anggota hakim Edward Samosir dan Mohammad Idris M Amin.

Perkara Ichsan yang divonis bersama-sama dengan Lalu Gafar Ismail dan M Zuhri berlanjut ke Pengadilan Tinggi (PT) dan diperberat menjadi vonis selama dua tahun dan denda Rp200 juta.

Ichsan masih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung namun majelis kasasi yang terdiri atas MS Lumme, Krisna Harahap, dan Artidjo Alkostar pada 9 September 2015 menolak kasasi yang diajukan dan menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun ditambah denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp4,46 miliar subsidair setahun penjara.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016