Ahok harus lihat lagi ini, di sana harus ada yang menangani, siapa yang menangani.
Jakarta (ANTARA News) - Pendiri Teater Koma Nano  Riantiarno mengeluhkan sulitnya proses untuk menggunakan gedung pertunjukan di Jakarta.

"Saya harus bilang Ahok tidak tahu apa yang terjadi, untuk pakai gedung teater susah," kata Nano, ditemui di Sanggar Teater Koma, di Bintaro, Rabu (24/2).

Teater Koma kembali akan menggelar pertunjukan yakni lakon Semar Gugat di Gedung Kesenian Jakarta mulai tanggal 3-10 Maret 2016. Grup teater yang didirikan tahun 1977 itu biasanya menggelar pementasan dua kali dalam setahun di Gedung Graha Bakti Budaya (GBB), Taman Ismail Marzuki pada pementasan di awal tahun dan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) di akhir tahun.

"Kami cari untuk Sabtu Minggu saja susah, harusnya kali ini kami pentas di GBB selama dua minggu tetapi akhirnya dikasih GKJ cuma tujuh hari plus tiga hari untuk persiapan," jelas Nano.

Nano yang berperan sebagai penulis naskah dan sutradara dalam setiap lakon Teater Koma itu juga mengungkapkan bahwa masih tidak jelasnya penanggung jawab gedung-gedung kesenian di Jakarta seperti GBB dan GKJ yang serius menangani gedung serta pengarsipan.

"Kami harus urus segala macam-macam sendiri, tiket harus buat sendiri, kalau dulu masih diurus sama TIM misalnya. Segala perizinan dan macam-macam lainnya harus urus sendiri. Untuk daftar saja susahnya luar biasa dan itu kami bayar loh, kami kontribusi. Unit Pelaksana hanya menerima kontribusi saja. Ahok harus lihat lagi ini, di sana harus ada yang menangani, siapa yang menangani," tutur Nano.

Menurut Nano, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok harus segera memperbaiki kinerja manajemen yang sekarang diambil alih dari balai Pelaksana Pusat Kesenian Jakarta ke Unit Pelaksana dari pegawai negeri berbagai instansi. 

Lewat Peraturan Gubernur Nomor 109/2014, Ahok mengubah manajemen. Unit Pelaksana mengambil alih pengeloaan tempat pertunjukan di TIM, gedung Wayang Orang Bharata di Senen, gedung Miss Tjitjih di Kemayoran, Gedung Kesenian Jakarta di Sawah Besar, dan Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail di Kuningan.

"Ahok harus memperbaiki. Sekarang yang bertanggung jawab di TIM siapa sehingga bisa diperbaiki, yang bikin buku acara siapa. Gedung kesenian tidak ada buku acara, padahal itu penting buat ke depannya nanti, itu merupakan dokumentasi. Ini bisa menghambat teater," ungkap Nano.

Pewarta: Monalisa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016