... telah mencapai batas mereka. Jika Anda ingin ekonomi riil tumbuh tidak ada jalan pintas tanpa reformasi...
Shanghai (ANTARA News) - Negara-negara ekonomi terkemuka dunia yang tergabung dalam Kelompok 20 (G20), Sabtu, setuju menggunakan semua alat kebijakan untuk mengangkat pertumbuhan global yang lesu, meskipun Jerman mencemaskan stimulus fiskal dan moneter.

Pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 di Shanghai dalam komunike, menyatakan, sementara pemulihan global sedang berlanjut, "Itu masih belum merata dan gagal mencapai ambisi kami untuk pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang".

Pertemuan tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran yang didorong pelambatan pertumbuhan di negara tuan rumah Tiongkok alias China, penurunan tajam di pasar keuangan dunia, dan suku bunga Amerika Serikat telah meningkat untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun; sedangkan Jepang telah mengadopsi suku bunga negatif.

OECD pekan lalu memangkas proyeksi pertumbuhan global 2016 dari 3,3 persen menjadi 3,0 persen.

Komunike G20 mengutip daftar risiko-risiko tertentu yang dihadapi dunia, termasuk arus modal yang volatil, penurunan harga komoditas dan meningkatnya ketegangan geopolitik, bersama dengan potensi kejutan keluarnya Inggris dari Uni Eropa serta jumlah besar dan meningkatnya pengungsi di beberapa wilayah.

Namun perbedaan pendapat tentang "obat" yang tepat muncul pada Jumat, hari pertama pertemuan, setelah Menteri Keuangan Jerman, Wolfgang Schaeuble, mengatakan, upaya meningkatkan perekonomian dengan melonggarkan moneter bisa menjadi kontraproduktif dan stimulus fiskal --pengeluaran pemerintah yang lebih besar atau pemotongan pajak-- telah berjalan dengan sendirinya.

"Kebijakan fiskal serta moneter telah mencapai batas mereka. Jika Anda ingin ekonomi riil tumbuh tidak ada jalan pintas tanpa reformasi," katanya.

Sebagai anggota terbesar dan terkaya di Uni Eropa, Jerman kadang-kadang memiliki prioritas ekonomi yang berbeda dengan negara-negara lain dan Schaeuble bertentangan dengan Amerika Serikat, Inggris, dan Tiongkok alias China, yang semuanya mendukung penggunaan alat-alat moneter dan fiskal untuk melawan penurunan, serta reformasi struktural.

Berlin tidak "tidak setuju pada paket stimulus fiskal G20", kata menteri keuangan Jerman.

Dalam acara komunike mengakui, "Kebijakan moneter saja tidak bisa menyebabkan pertumbuhan yang seimbang," dan mengatakan, kebijakan fiskal akan digunakan secara "fleksibel", sambil memberikan anggukan untuk pentingnya reformasi struktural.

Tetapi Menteri Keuangan Prancis, Michel Sapin, mengatakan kepada AFP sebelumnya, sementara tak seorang pun mengusulkan paket stimulus global terkoordinasi, mereka dalam situasi yang lebih baik, harus menggunakannya cara cerdas untuk mendukung permintaan dunia.

Ditanya tentang sikap Jerman, ia mengatakan, "Beberapa negara mungkin enggan untuk alasan-alasan sejarah, budaya, yang dapat dimengerti... Tapi hari ini kita dalam situasi ekonomi yang mengharuskan semua alat kebijakan yang ada untuk digunakan".

Menteri Keuangan Amerika Serikat, Jacob Lew, mengatakan kepada wartawan, Jumat, "Semakin penting untuk menggunakan semua tuas kebijakan yang tersedia, dan itu berarti menggunakan tingkat fiskal serta kebijakan moneter dan reformasi struktural".

Sementara Federal Reserve Amerika Serikat menaikkan suku bunga pada Desember, banyak analis percaya bank sentral itu akan menunda lagi setiap pengetatan karena risiko-risiko baru terhadap pemulihan Amerika Serikat.

Tahun ini Bank Sentral Jepang (BoJ) dan Bank Sentral Eropa (ECB) mengadopsi suku bunga negatif dan program pelonggaran kuantitatif besar.

Tetapi dokumen tidak mengungkapkan kekhawatiran eksplisit apapun atas Tiongkok alias China, di mana pertumbuhannya telah melambat ke tingkat terlemah dalam 25 tahun.

Dalam komunike kelompok menegaskan kembali komitmen mereka sebelumnya untuk "menahan diri dari devaluasi kompetitif" atau "menargetkan nilai tukar kami untuk tujuan kompetitif".

Ada kekhawatiran yang meluas Beijing bisa menurunkan nilai yuannya dalam upaya mengangkat sektor ekspornya yang sedang kesulitan --pada biaya pesaingnya-- meskipun pejabat China membantah rencana itu.

"Tidak ada dasar untuk penyusutan renminbi (yuan) berlanjut dari perspektif fundamental. Kami tidak akan menempuh devaluasi kompetitif untuk meningkatkan keuntungan ekspor kami," kata Gubernur Bank Sentral China (PBoC), Zhou Xiaochuan, Jumat.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016