Magelang (ANTARA News) - Sebanyak 23 pelukis menggelar pameran bersama dengan karya-karya tentang gerhana Matahari bertajuk "Kala Rahu" di Bentara Budaya Yogyakarta selama 11-20 Maret 2016.

"Sebagai fenomena natural, kiranya gerhana Matahari bisa menjadi objek lukisan realis dan natural yang indah" kata kurator dan budayawan Yogyakarta Sindhunata melalui keterangan tertulis yang dikirim BBY kepada Antara di Magelang, Kamis.

Mereka yang berpameran karya itu, antara lain Bambang Heras, Bayu Wardhana, Budi Ubrux, Diah Yulianti, Edi Sunaryo, Erica Hestu Wahyuni, Felix S. Wanto, Gunawan Bonaventura, Hari Budiono, Herjaka H.S., Hermanu.

Selain itu, I Made Dewa Mustika, I Made Arya Palguna, Joko Gundul Sulistyono, Laksmi Shitaresmi, Nasirun, Otje Lamno, Putu Sutawijaya, Samuel Indratma, Sigit Santoso, Subandi Giyanto, Susilo Budi Purwanto, Waljiono Lik Jie, dan Yuswantoro Adi.

Terkait dengan gerhana Matahari pada Rabu (9/3), mereka mengeksplorasi imajinasi masing-masing terhadap objek itu.

Berbagai karya lukisan yang dipamerkan, antara lain berjudul "Perkawinan Semesta" (Bambang Heras), "Tanda Kebesaran-Nya" (Diah Yulianti), "Solar Eclipse Avenue" (Erica Hestu Wahyuni), "Jagad Raya" (Felix), "Pasare Terus Ngumandang" (Herjaka), "Perjalanan Sang Waktu" (I Dewa Made Mustika), "Semoga Kembali Terang" (Nasirun), "Tirta Amerta" (Otje Lamno), "Menunggu" (Putu Sutawijaya), dan "Sejengkal Lagi" (Subandi Giyanto).

Pembukaan pameran ditandai dengan pentas musik "Lesung Jumenggulng" oleh Peguyuban Gejog Lesung dan Terbangklung Niti Budaya (Nitiprayan, Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Kabupaten Bantul) dan musik akustik duet gitar serta biola oleh Eko dan Subik.

Ia mengemukakan gerhana Matahari sebagai peristiwa alam yang lumrah meskipun jarang terjadi.

Akan tetapi, peristiwa alam itu juga kaya dengan mitos, yang antara lain terkait dengan Batara Kala yang dikisahkan sebagai penguasa waktu sedang menelan Matahari.

"Juga bisa kiranya, fenomena ini ditanggapi dengan minat kita untuk menggali tradisi dengan lebih dalam lagi. Katanya juga, gerhana Matahari adalah saat di mana Bumi, Matahari, dan Bulan melangsungkan perkawinannya. Kiranya, ini adalah objek yang romantis dan indah bagi para perupa untuk mengeksplorasi imaginasinya," katanya.

Masyarakat di beberapa daerah di Indonesia pada Rabu (9/3) menyaksikan gerhana Matahari total, sedangkan di sejumlah daerah lainnya menyaksikan gerhana Matahari parsial. Peristiwa tersebut juga menarik perhatian wisatawan mancanegara dan para peneliti astronomi dari berbagai negara datang ke Indonesia.

Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016