... adalah bahwa Prancis tampak kurang mampu menyaingi Jepang dari pandangan strategisnya...
Canberra, Australia (ANTARA News) - Prancis telah mengirim delegasi bisnis terbesar mereka dalam hampir dua dasawarsa terakhir ke Australia, membicarakan keuntungan ekonomi dari kontrak sebesar 50 miliar dolar Australia untuk membuat satu armada dengan 12 kapal selam siluman bagi Australia.

Para eksekutif dari perusahaan besar Prancis, di antaranya Airbus Military, BNP Paribas, Thales, beserta sejumlah lain tiba di Canberra Selasa, untuk melakukan pertemuan dengan pejabat tinggi dan tokoh bisnis Australia.

Prancis bersaing dengan Jepang dan Jerman dalam menawarkan salah satu kontrak pertahanan yang paling menguntungkan di dunia. 

Di bidang pertahanan bawah permukaan, yang paling dikenal orang adalah saat Prancis sukses menjual dua unit kapal selam kelas Scorpene mereka kepada Tentera Laut Diraja Malaysia, enam unit kepada Angkatan Laut India, dua unit kepada Angkatan Laut Chile, dan empat unit untuk Angkatan Laut Brazil. 

Satu keputusan di antara delegasi pemerintah Australia dan pebisnis-pemerintah Prancis itu akan memakan waktu berbulan-bulan, sebelum pemilihan umum nasional Australia dilakukan. Kesepakatan dan lapangan pekerjaan yang akan diciptakan akan jadi isu kunci bagi pemerintahan yang konservatif.

Kunjungan dari Prancis, termasuk para pejabat tinggi dari kontraktor kelautan milik negara, DCNS, menjadi bagian dari proses peningkatan ikatan strategis dan ekonomi dengan Australia, ujar Duta Besar Prancis untuk Australia, Cristophe Lecourtier, yang juga menyebutkan proses itu tidak sebatas kapal selam semata.

"Kami tidak hanya menawarkan desain kapal selam, namun juga persekutuan yang lebih luas di antara komunitas bisnis kami, untuk menghadapi beberapa tantangan yang paling membingungkan pada abad ini," kata dia kepada media.

Media melaporkan pada bulan lalu, persaingan merebut proyek tersebut mengecil menjadi pertandingan antara Jepang dengan Prancis; dengan Tokyo memainkan dukungan strategisnya dari Washington. Paris mendorong kesepakatan kapal selam itu untuk sesuatu yang pantas bagi ekonomi Australia yang melambat.

Perusahaan dari Jerman, TKMS, menawarkan kapal selam Tipe 214 mereka yang memiliki berat 2.000 ton. Indonesia, tetangga Australia di utara, memiliki dua kapal selam kelas Tipe 212 buatan galangan kapal HDW, Jerman.

Sementara Jepang menawarkan varian dari kapal selam kelas Soryu seberat 4.000 ton buatan Mitsubishi Heavy Industries dan Kawasaki Heavy Industries.

Tokyo pada awalnya dipandang sebagai terdepan karena dekatnya hubungan antara Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, dengan Mantan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, yang turun dari jabatannya akibat kudeta oleh Malcolm Turnbull pada September lalu. 

Juga karena bantuan dari Washington untuk membangun ikatan yang lebih dekat di antara dua sekutu kuncinya di Asia.

Seorang sumber politik Australia dengan pengalaman terkait industri persenjataan global selama beberapa dasawarsa, mengatakan bahwa kunjungan delegasi Prancis itu menunjukkan keinginan mengurangi keuntungan strategis Jepang dengan cara meregangkan cengkeraman ekonomi mereka.

"Pandangan saya adalah bahwa Prancis tampak kurang mampu menyaingi Jepang dari pandangan strategisnya," kata dia kepada Reuters.

Dia menambahkan bahwa "caranya sekarang adalah bahwa Anda tidak sedang melobi bagian pertahanan, Anda melobi sejumlah anggota NSC," mengacu kepada Komite Keamanan Nasional (NSC) dari Kabinet, yang akan membuat keputusan akhirnya.

Petinggi TKMS Australia, John White, "menuangkan air dingin" terhadap strategi tersebut, dan mengatakan jika seperti demikian, maka itu akan memberikan jalan yang lebih luas bagi Jerman.

"Kami memiliki keberadaan pemerintah dan perusahaan Jerman yang kuat di Australia dengan Siemens, MTU dan Rheinmetal, jadi karena itu, kami tidak perlu membuat mereka menunjukkan keberadaan mereka secara tiba-tiba," kata White kepada Reuters.

Dia menambahkan, jika benar demikian maka hal itu akan memberikan kenyamanan bagi kubu Jerman.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016