Pedernales, Ekuador (ANTARA News) - Korban jiwa akibat gempa besar di Ekuador mencapai 262 orang pada Minggu petang (17/4), sementara para penyintas mengelilingi peti mati untuk mengubur orang-orang yang mereka sayangi, berbaris untuk mendapatkan air dan mencari tempat berlindung di samping puing-puing rumah mereka yang hancur.

Gempa 7,8 pada Skala Richter mengguncang pantai Pasifik pada Sabtu dan dampaknya dirasakan negara Andes berpenduduk 16 juta jiwa itu, menyebabkan kepanikan sampai ibu kota Quito yang berada di dataran tinggi serta merusak bangunan, jembatan dan jalan.

Pemerintah menyatakan 262 orang tewas dan 2.500 orang lainnya terluka akibat gempa itu menurut data hitungan korban terkini pada Minggu petang.

Presiden Rafael Correa bergegas kembali dari perjalanannya ke Italia untuk mengawasi penanganan keadaan darurat.

"Prioritas segeranya adalah menyelamatkan orang-orang dari reruntuhan," katanya di Twitter.

"Semua bisa dibangun kembali tapi nyawa tidak bisa dikembalikan dan itu yang paling melukai," kata Correa kepada radio pemerintah.

Area-area pesisir dekat pusat gempa kondisinya paling parah, khususnya Pedernales, pedesaan wisata dengan pantai-pantai dan nyiur yang sekarang penuh reruntuhan rumah-rumah berwarna pastel.

Warga yang linglung menceritakan kembali guncangan keras yang diikuti dengan ambruknya bangunan-bangunan yang membuat orang-orang terjebak dalam reruntuhan.

"Kau bisa mendengar orang berteriak dari reruntuhan," kata Agustin Robles dalam barisan 40 orang yang mengantre untuk mendapatkan air di luar satu stadion di Pedernales.

"Ada apotek yang meruntuhi orang dan kami tidak bisa berbuat apa-apa."

Pihak berwenang mengatakan ada lebih dari 160 gempa susulan setelah gempa besar mengguncang, utamanya di daerah Pedernales.

Kondisi darurat dideklarasikan di enam provinsi.

Gempa itu juga memperparah ekonomi negara anggota OPEC terkecil itu, yang sudah terguncang akibat harga minyak yang rendah dan pertumbuhan ekonominya tahun ini mendekati nol.


Reruntuhan, Hujan, Kegelapan


Saat mulai gelap dan hujan turun, para penyintas berkumpul menghabiskan malam di dekat rumah-rumah mereka yang rusak akibat gempa.

Banyak di antaranya sebelumnya mengantre untuk mendapatkan makanan, air dan selimut di luar stadion.

Di dalam stadion biru putih itu, ada tenda-tenda yang menjadi tempat menampung korban tewas dan tempat tim medis merawat ratusan penyintas.

Sekitar 91 orang meninggal dunia di Pedernales dan sekitar 60 persen rumah rusak menurut Kepala Polisi Jenderal Milton Zarate.

"Kami mendengar peringatan, sangat beruntung kami sedang berada di jalan karena semua rumah runtuh. Kami tidak punya apa-apa," kata Ana Farias (23), ibu dari kembar berusia 16 bulan, saat mengambil air, makanan dan selimut dari petugas penyelamat.

"Kami harus tidur di luar hari ini," katanya.

Para penyintas menempati tempat-tempat penampungan di lahan-lahan kosong.

Polisi berpatroli di kota yang gelap karena listrik masih dimatikan sementara sejumlah penyelamat melanjutkan upaya mereka mencari korban.

Penduduk lokal menggunakan traktor kecil untuk memindahkan puing-puing dan mencari orang-orang yang terjebak dengan tangan mereka.

Para perempuan menangis saat petugas menarik satu jasad, demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016