Jakarta (ANTARA News) - Sedikitnya 37 buku menjadi peninggalan ahli hadits KH Ali Mustafa Yaqub yang mengembuskan nafas terakhirnya pada Kamis pukul 06.00 WIB di Rumah Sakit Hermina, Ciputat.

Buku keagamaan yang ditulis mantan Imam Besar Masjid Istiqlal itu bervariasi, baik menyangkut akidah, akhlak, syariah, hadits dan persoalan kekinian.

Masyarakat umum kini hanya dapat bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran pria kelahiran Batang, Jawa Tengah, 2 Maret 1952 ini lewat buku-bukunya.

Sejumlah buku karya Mustafa yang telah beredar di masyarakat antara lain Memahami Hakikat Hukum Islam, Imam Al Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadits, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Kritik Hadits, Peran Ilmu Hadits dalam Pembinaan Hukum Islam serta Kerukunan Umat dalam Perspektif Al Quran dan Hadits.

Terdapat juga judul lain misalnya Fatwa-fatwa Kontemporer, Hadits-hadits Bermasalah, Hadits-hadits Palsu Seputar Ramadhan, Nikah Beda Agama dalam Perspektif Al Quran dan Hadits, Islam Between War and Peace dan judul lainnya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan umat Islam kehilangan seorang ulama dan guru besar ilmu hadits. Ahli hadits sangat penting kehadirannya karena dengan ilmunya mampu mencari hukum-hukum terhadap persoalan kekinian yang tidak ada secara tersurat di Al Quran dan hadits.

Sebagai seorang ulama, Mustafa dikenang sebagai seorang yang kritis tanpa basa-basi, namun mau mendengarkan pendapat orang lain.

Hal itu ditegaskan Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal Muhammad Muzamil Basyuni. Menurut dia, Almarhum adalah orang yang lepas dan gamblang. "Saya pun kadang berkonsultasi dengannya, mengenai hadits, kedudukan hadits dan ilmu lainnya," kata mantan Dubes untuk Suriah ini.

Dia kurang setuju jika Mustafa disebut sebagai orang yang keras. "Padahal, di mata saya, normal-normal saja. Orangnya pun baik," kata Muzamil.

Proses Mustafa dalam menutut ilmu keagamaan terutama hadits cukup panjang. Dalam proses studinya, dia banyak mempelajari soal hadits. Riwayat pendidikan keagamaannya dimulai dengan menjadi santri di Pondok Pesantren Seblak Jombang (1966-1969) dan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang (1969-1971).

Saat menuntut ilmu di jenjang perkuliahan, dia belajar di Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asyari, Jombang (1972-1975), Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Arab Saudi (1976-1980).

Gelar master didapatkannya di Fakultas Pascasarjana Universitas King Saud, Riyadh, Arab Saudi dan Spesialisasi Tafsir Hadits (1980-1985). Selanjutnya gelar doktor diperoleh di Universitas Nizamia, Hyderabad, India untuk Spesialisasi Hukum Islam (2005-2008).

Sebagai ahli hadits dia juga mengajar di berbagai perguruan tinggi, mengisi seminar, menulis buku sambil terus berorganisasi di berbagai tempat. Organisasi yang diikutinya antara lain Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Majelis Ulama Indonesia dengan menduduki posisi penting.



Kiprah Mustafa Yaqub

Sebagai seorang yang mengerti agama, Mustafa memiliki cara untuk memanfaatkannya bagi kemaslahatan umat. Di antara yang dilakukannya adalah mengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus Sunnah di Ciputat, berkiprah sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat dan Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI (1997-2010).

Selanjutnya, aktivitas Mustafa menjadi guru besar Hadits & Ilmu Hadits Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakarta (1998-2016), Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta (2005-2016), Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Fatwa (2010-2016) dan Penasihat Syariah Halal Transactions of Omaha Amerika Serikat (2010-2016).

Selain di organisasi, Mustafa juga terlibat dalam banyak kegiatan di dalam negeri dan luar negeri. Dia mengetuai Delegasi MUI untuk Mengaudit Pemotongan Hewan di Amerika dan Kanada (2007) serta menjadi peserta dan pemakalah dalam Konferensi Internasional tentang Metode Penetapan Fatwa di Kuala Lumpur, Malaysia (2006).

Selanjutnya dia menjadi narasumber Seminar Takhrij Hadits Serantau, Kuala Lumpur, Malaysia, narasumber Seminar Kepimpinan Pegawai-pegawai Masjid, Bandar Seri Begawan Negara Brunei Darussalam dan narasumber Pengajian Ramadhan Ad Durus Al Hassaniyah, Kerajaan Maroko.



Menyiapkan Makam Sendiri

Ali Mustafa Yaqub belakangan diketahui telah mempersiapkan tanah makam untuk dirinya di lingkungan Pesantren Darus Sunnah. "Semua santri tahu bahwa tanah tersebut beliau siapkan untuk pemakaman beliau sendiri," kata perwakilan keluarga Ali Nurdin di Ciputat.

Tanah makam tersebut terletak di depan Masjid Muniroh Salaman di lingkungan Pondok Pesantren Darus Sunnah yang didirikan Mustafa sejak 1997. Pesantren ini sendiri dibangun tidak jauh dari kediaman Mustafa di Jalan SD Inpres, Pisangan, Ciputat.

Wafatnya sang ahli hadits ini menyisakan sedikit cita-cita bagi Mustafa yang belum terwujud hingga kini yaitu ingin menghimpun orang-orang yang baru memeluk agama Islam atau mualaf dalam suatu wadah.

Secara spesifik, Mustafa mengaku berkeinginan agar lembaga advokasi mualaf itu memprioritaskan warga negara asing di Indonesia, demikian disampaikan Ali Nurdin.

Dikatakannya, almarhum seringkali mengislamkan umat di Masjid Istiqlal. Mustafa kerap mengatakan lewat wadah advokasi itu para mualaf mendapatkan dukungan selama proses internalisasi Islam.

Oleh Anom Prihantoro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016