Kupang (ANTARA News) - Lomba balap sepeda lintas pulau Timor atau "Tour de Timor" ke-II pada November 2016 akan memulai start dari Dili, ibu kota Timor Leste dan finish di Kota Kupang.

"Berbeda dengan Tour de Timor Indonesia ke-1 yang dilepas dari Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur kali ini peserta akan memulai start dari Dili, ibu kota Timor Leste dan finis di Kota Kupang," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nusa Tenggara Timur Marius Ardu Jelamu di Kupang, Senin.

Ia mengatakan ajang balap sepeda lintas Pulau Timor tersebut melibatkan pebalap dari Indonesia dan Timor Leste.

Dari Indonesia, pebalap berasal dari Jakarta, Surabaya, Denpasar, Kupang dan kabupaten lainnya di daratan Timor.

"EO (event organizer) Tour de Timor Indonesia sudah menyiapkan 100 pesepeda nasional untuk mengikuti ajang ini," katanya.

Untuk kelancaran kegiatan itu pertemuan persiapan Tour de Timor Indonesia sudah digelar bersama EO dari Jakarta. Sesuai rencana, pertemuan berikutnya akan digelar di Dili.

Marius mengatakan Tour de Timor Indonesia berbeda dengan Tour de Flores, namun memiliki mutu yang sama karena akan ditulis dalam kalender Persatuan Balap Sepeda Internasional (UCI).

"Tour de Flores melibatkan pebalap sepeda internasional, tetapi tour de Timor Indonesia melibatkan fun biker dari Indonesia dan Timor Leste," ujarnya.

Pemerintah menyiapkan hadiah ratusan juta rupiah bagi para pemenang. Ajang ini bertujuan memperkenalkan berbagai potensi destinasi wisata sekaligus membentuk citra Nusa Tenggara Timur sebagai destinasi yang aman dan layak dikunjungi.

Selain itu katanya ajang ini juga akan mempererat kembali hubungan persaudaraan antara warga di Timor Barat dan Timor Timur sekalipun telah dipisahkan secara politik tetapi satu budaya karena kawin-mawin.

Turnamen ini sesungguhnya ingin menunjukan kepada dunia bahwa warga dari kedua negara selalu hidup berdampingan dengan aman dan damai karena budaya masyarakat sama tetapi dipisahkan oleh politik semata," katanya.

Lebih dari itu kata dia kegiatan ini selain promosi wisata juga memberi dampak yang sangat baik antarakedua negara tetangga ini dimata dunia internasional terutama pada aspek pemberdayaan dan lainnya.

"Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kondisi masyarakat di wilayah perbatasan selalu dihantui dengan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan dan keterbelakangan," kata rohaniawan ini.

Apalagi kata dia jika dilihat lebih dalam lagi maka jenis kemiskinan yang terjadi di wilayah perbatasan tersebut bisa bilang kemiskinan struktural dan situasional.

Kemiskinan struktural dalam konteks ini adalah tidak hadirnya pemerintah untuk melaksanakan pembangunan pada wilayah tersebut yang mana tercermin dari kurangnya sarana dan prasana pendukung pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan transportasi serta perumahan.

Sedangkan kemiskinan situasional adalah kemiskinan yang terjadi karena adanya konflik yang berkepanjangan pada wilayah lain sehingga menyebabkan adanya eksodus secara besar-besaran pada wilayah yang mengakibatkan wilayah tujuan eksodus tersebut menerima beban yang berlebih, kelompok eksodus inilah yang kemudian menjadi kelompok orang miskin baru pada wilayah tersebut.

"Masalah tersebut yang kemudian menjadikan wilayah perbatasan menjadi suatu wilayah yang sangat terbelakang dan rawan konflik-konflik sosial dalam hal perebutan lahan dan sebagainya," katanya.

Masalah ini kata dia menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menyelesaikannya terutama untuk mengurangi angka kemiskinan pada wilayah tersebut, cara yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah tersebut dengan jalan memberdayakan masyarakat yang bermukim di wilayah perbatasan tersebut karena dengan begitu masyarakat dapat membebaskan dirinya dari lingkaran kemiskinan baik secara fisik maupun mental.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016